Minggu, 19 Oktober 2008

Tak Selamanya Pejabat itu Enak

SIAPA bilang jadi pejabat itu enak. Siapa bilang, jabatan itu selalu jadi rebutan. Siapa pula yang bilang, jabatan itu harus dipertahankan dengan segala cara.
Kabupaten Banyuwangi telah membuktikan, bahwa semua asumsi umum tentang pejabat itu tidaklah semuanya benar. Adalah sosok Djoko Santoso yang mematahkan semua anggapan bahwa jadi pejabat itu enak. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Banyuwangi menyatakan mundur dari jabatannya. Dia rela meninggalkan kursi empuknya dan memilih menjadi staf biasa di Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop UKM).
Jauh sebelum itu, Bambang Wahyudi juga meminta mundur dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Perhubungan dan Komunikasi (Dishubkom) Banyuwangi. Bambang merasa lebih enjoy menjadi staf di Badan Pengawas Kabupaten (Banwaskab). Padahal, Bambang dikenal sebagai sosok yang cakap. Tidak sedikit pula yang memujinya sebagai figur yang jenius dan punya masa depan karir yang cemerlang.
Sementara itu, beberapa kalangan mengenal figur Djoko Santoso sebagai sosok yang bersahaja. Bahkan, beberapa koleganya menyebut Djoko sebagai orang yang ‘lugu’ dan cenderung ‘penakut’. Lugu bisa berarti jalannya ‘lurus dan tidak mau berlagu’ dengan amanah dan sumpah jabatannya. Penakut bisa berarti takut dosa kalau kondisi memaksa melakukan korupsi. Dengan keputusan mundur dari jabatannya, Djoko dan Bambang menunjukkan bahwa mereka termasuk sosok yang tidak ambisius.
Kabar yang santer menyeruak di pemkab, beberapa pejabat juga akan menyusul langkah Djoko dan Bambang. Mereka mulai ancang-ancang menyiapkan surat pengunduran diri sebagai pejabat.
Fenomena ini sangat unik dan menarik. Kasus semacam ini cukup langka terjadi di Indonesia. Di daerah lain, orang berebut meraih jabatan. Kalau sudah menduduki jabatan tertentu, dia akan berjuang mempertahankannya. Bahkan kalau memungkinkan, mereka akan siap bertarung nyawa mempertahankan jabatannya.
Sikap rela ikhlas mundur dari jabatannya ini layak diacungi jempol. Apalagi kalau legawa mundur secara glentle dan mau mengakui kesalahan. Namun, kalau yang terjadi pejabat ramai-ramai mundur, padahal selama ini mereka termasuk sosok potensial dan bekerja lurus saja tanpa kesalahan, ini bisa memunculkan pertanyaan besar di masyarakat.
Mengapa menjadi pejabat sekarang sudah tak lagi enak? Atau, apakah situasi kerja pejabat zaman sekarang sudah tak lagi kondusif? Hanya para pejabatlah yang tahu, apa yang mereka rasakan saat ini. (*)

Tidak ada komentar: