Minggu, 19 Oktober 2008

Merazia Mesum dengan Ombak

ACUNGAN jempol untuk aparat kepolisian. Mereka cukup sigap menyambut bulan Ramadan. Sejumlah lokalisasi dan tempat maksiat digerebek. Para pekerja seks dan pasangan mesum digiring ke pengadilan untuk ditindak sesuai hukum yang berlaku.
Memang tidak ada kata terlambat untuk memberantas kemaksiatan. Membersihkan penyakit masyarakat juga tidak harus menunggu momen-momen tertentu. Apalagi, kalau momentum tersebut sangat pas karena menyambut bulan puasa, bulan Ramadan yang penuh dengan berkah.
Pada sisi lain, alam sebenarnya sudah lama mengingatkan manusia untuk bertindak secara bijak. Alam juga punya cara tersendiri untuk bertindak melawan maksiat. Alam tidak pernah terlambat dan tidak harus menunggu momentum yang pas untuk bertindak.
Sepekan terakhir, ombak Selat Bali mulai mengganas. Ketinggian ombak yang lebih dari tiga meter, memaksa Syahbandar Ketapang beberap kali menutup pelabuhan penyeberangan. Ombak besar juga sempat membuat belasan warung di tepi pantai Watudodol porak-poranda.
Memang, tidak ada korelasi yang jelas antara maksiat dan ganasnya ombak. Namun, inilah yang layak kita renungi bersama. Tidak selamanya maksiat itu terjadi di lokalisasi. Karena tidak selamanya, aksi mesum itu berlangsung di kamar-kamar hotel atau losmen.
Bukan mustahil, tindakan maksiat itu bisa terjadi di kawasan tepi pantai. Bukan lagi rahasia umum, bahwa kaum muda kini banyak yang memilih kencan di tepi pantai. Pergaulan bebas bisa menjurus kepada gaya pacaran yang kebablasan. Ini bisa membuat kencan di pantai bisa berujung pada tindakan maksiat.
Nah, jangan salahkan kalau ombak mulai menggerus kawasan pantai yang jadi ikon wisata di Bumi Blambangan. Seperti yang dikatakan kalangan orang tua, pantai Boom dulu sangat asri dan terjaga kelestariannya. Kini, kondisinya sudah sedemikian rusak. Jangan salahkan kalau mereka (para orang tua itu) lantas menyatakan, pantai rusak karena alam tidak menerima adanya tindakan maksiat. (*)

Tidak ada komentar: