Minggu, 19 Oktober 2008

Kita Kaya Tapi Miskin

TAK diragukan lagi, Banyuwangi memiliki kekayaan alam luar biasa. Sumber daya air di Bumi Blambangan ini cukup melimpah. Dari catatan Dinas Pengairan, sedikitnya tujuh puluh aliran sungai mengalir di kabupaten terluas di Jawa Timur ini.
Lebih spesifik lagi, Banyuwangi memiliki potensi besar obyek wisata air. Puluhan air terjun tersebar di kawasan ini. Sebut saja air terjun Lider di Kecamatan Songgon, air terjun Tirta Kemanten di Kecamatan Kalibaru, air terjun Antogan di Kecamatan Kabat, air terjun Kalibendo di Kecamatan Licin, air terjun Kalongan di Desa Pesucen dan masih banyak yang lainnya.
Namun, sebagian besar wisata alam tersebut kurang tergarap secara profesional. Paling banter, kawasan wisata alam itu dikelola pemerintah desa setempat. Jangan heran, kalau kontribusi yang hasil pengelolaan kawasan wisata alam tersebut kurang ‘terasa’ bagi masyarakat. Jangankan untuk memakmurkan warga, untuk mengisi kas desa saja, hasil pengelolaan wisata alam air terjun tersebut kurang memadai.
Kurang profesionalnya pengelolaan itu kian diperparah dengan minimnya dukungan sarana infrastruktur. Jalan menuju lokasi wisata air terjun di Banyuwangi, umumnya kurang layak dan bahkan banyak yang jalannya rusak berat.
Ini memang kenyataan cukup pahit bagi kita yang punya kekayaan alam melimpah. Namun kita tak perlu berkecil hati. Kekayaan alam bukanlah satu-satunya hal yang menjadi suatu negara menjadi kaya atau miskin. Lihat saja negara Jepang yang mempunyai area yang sangat terbatas. Daratannya, 80 persen berupa pegunungan dan tidak cukup untuk meningkatkan pertanian dan peternakan.
Tetapi, saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu negara ‘industri terapung’ yang besar sekali. Mereka mengimpor bahan baku dari semua negara di dunia, lalu mampu mengekspor barang jadinya.
Demikian juga dengan negara Swiss yang tidak mempunyai perkebunan coklat. Tetapi Swiss dikenal sebagai sebagai negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil, hanya 11 persen daratannya yang bisa ditanami.
• Mengapa mereka bisa, sedangkan negara kita yang punya kekayaan alam melimpah, hingga kini masih terpuruk. Ternyata, perilaku masyarakat mereka telah dibentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Penduduk negara maju itu mematuhi etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga masyarakat yang tepat waktu, bekrja keras, bertanggungjawab, jujur dan berintegritas. Hormat pada aturan dan hukum, menghormati hak orang lain dan cinta pada pekerjaan. Warga negara maju juga berusaha keras menabung dan berinvestasi.Sedangkan masyarakat negara miskin hanya sebagian kecil yang mematuhi prinsip dasar kehidupan tersebut.
Ya, kita bukan miskin karena kurang sumber daya alam, atau karena alam yang kejam kepada kita. Kita miskin karena perilaku kita yang kurang baik. Kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar kehidupan yang akan memungkinkan masyarakat kita pantas membangun masyarakat, ekonomi, dan negara. (*)

Tidak ada komentar: