Minggu, 19 Oktober 2008

Lebih Baik Menolong daripada Menonton

Banjir besar yang menimpa Situbondo menyisakan penderitaan dan kepedihan. Ribuan warga kehilangan tempat tinggal. Mereka juga kehilangan harta benda. Bahkan ada juga yang kehilangan nyawa kerabat maupun sana familinya.
Ancaman yang dihadapi warga pascabanjir juga semakin berat. Mulai dari masalah kekurangan pangan, problem gagal panen bidang pertanian, kesehatan, penyakit menular hingga masalah kejiwaan.
Tanda-tanda adanya gangguan kejiwaan itu sudah terlihat sejak Senin (11/2) kemarin. Banyak orang yang duduk termenung dengan tatapan kosong. Belum lagi emosi para korban banjir yang mudah meninggi.
Ini ditandai dengan aksi warga memblokade Jalan Mawar Situbondo pada Ahad (10/2) lalu. Saat warga sibuk membersihkan rumah dan perabotan dari lumpur, ada warga luar daerah yang melintas sekadar melihat-lihat aktivitas korban banjir. Akhirnya, lalu lalang kendaraan ‘penonton’ banjir itu membuat jengah warga. Mereka pun nekat menutup jalan agar tidak lagi terganggu dengan ‘wisatawan banjir’ itu.
Pada hari yang sama. rombongan ‘turis dadakan’ itu juga sempat memadati Jalan Merak. Ratusan sepeda motor berjubel mengakibatkan kemacetan. Mereka ingin melihat kondisi lokasi yang lumat digerus air bah. Kemacetan turis dadakan ini cukup merepotkan para relawan yang ingin mendistribusikan bantuan.
Memang wajar, setiap insan selalu berhasrat untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Ingin tahu lokasi banjir, ingin tahu aktivitas korban banjir dan seterusnya. Tetapi, apakah rasa ingin tahu itu sudah mengalahkan rasa kemanusiaan? Apakah kita sudah bebal dan mati rasa dengan penderitaan sesama?
Kita patut berharap, warga Indonesia khususnya masyarakat Situbondo dan sekitarnya masih punya nurani. Lebih baik menolong semampunya, daripada menonton penderitaan sesama. Ayo mulai dari diri sendiri, jangan lagi mau jadi ‘turis dadakan’ di daerah bencana. (*)

Tidak ada komentar: