Senin, 20 Oktober 2008

Mengail Tunai di Air Keruh

KABAR dugaan adanya praktik pungutan terhadap para penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) semakin merebak. Modus-modus pemotongan BLT juga kian bervariasi. Wilayah terjadinya pungutan bantuan kompensasi kenaikan harga BBM itu juga semakin meluas.
Nama beberapa daerah di Banyuwangi mulai disebut-sebut terjadi riak-riak distribusi. Mulai Desa Bayu di Kecamatan Songgon) dan Desa Wonosobo di Kecamatan Srono. Masih ada beberapa desa yang juga terjadi pernik-pernik pembagian BLT.
Bukan mustahil, pemotongan BLT menimpa banyak ratusan atau bahkan ribuan gakin. Tetapi hingga kini, belum ada gakin yang bersuara lantang memprotes pemotongan tersebut. Kalaupun ada yang lapor, semata karena ada lembaga atau aktivis pendamping yang memandu mereka.
Fenomena ini menunjukkan gambaran umum watak, sikap dan kondisi para gakin. Mereka tidak hanya kaum yang lemah. Rupanya, para gakin itu juga termasuk kaum yang pasrah. Mendapat uang tunai seolah rezeki jatuh dari langit, mereka pasrah. Bantuannya dipotong, mereka juga pasrah.
Rupanya, para perangkat terdekat sangat paham dengan karakter para gakin. Yang paling paham tentang mereka, tentu saja adalah ketua Rukun Tetangga (RT) setempat. Selain itu, para perangkat pemerintah desa juga mengenal watak dan sikap para gakin tersebut.
Pencairan BLT itu cukup membuat hati dan perasaan para gakin menjadi jernih. Tanpa harus bekerja keras, mereka bisa dapat kocek lumayan. Sekali lagi, uang Rp 300 ribu seolah jatuh dari langit.
Namun kejernihan hati para gakin itu, bisa saja mendadak dikeruhkan dengan adanya potongan alias pungutan liar. Dengan berbagai dalih, oknum perangkat setempat bisa dengan leluasa memungut kucuran BLT yang baru saja diterima gakin. Yang paling manjur, tentu saja dengan alasan pemerataan. Banyak warga lain yang miskin tetapi tidak kebagian BLT.
Karena merasa uang itu jatuh dari langit, si Gakin akhirnya menurut saja ketika dimintai jatah pungutan. Apalagi, alasan pungutan tersebut untuk dibagikan pada gakin lain yang tidak kebagian BLT.
Dalam kondisi seperti ini, gakin berada dalam posisi tidak berdaya. Kalau menolak pungutan tersebut, mungkin mereka takut kualat dengan gakin lainnya yang tak kebagian duit dari langit itu. Kalau mau membayar pungutan itu, berarti mereka mengiyakan tindakan yang melanggar ketentuan. Maka, keruhkan hati dan pikiran mereka menghadapi problem ini. Dan situasi yang keruh ini sudah dipahami betul oleh perangkat setempat.
Sudah selayaknya, para perangkat tidak lagi mengail uang tunai di situasi hati gakin yang sedang keruh itu. Berikanlah BLT langsung kepada sesama kita yang benar-benar layak dan memerlukannya secara adil dan beradab. Dan tentu saja, bukan untuk dikorupsi secara pongah, licik dan keji.(*)

Tidak ada komentar: