Minggu, 19 Oktober 2008

Ikan Lele Menjaga Sungai

Untuk kali pertama, para penganut Budha di Vihara Dhamma Harja Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Banyuwangi menggelar upacara Fang Sen. Mereka melepas satwa ke alam setelah melaksanakan detik-detik puja bakti Tri Suci Waisak.
Ketua Dayaka Sabha Vihara Dhamma Harja, Sugito melepas lele dan belut ke sebuah sungai di Desa Yosomulyo. Sebelum satwa itu dilepas, mereka sempat menggelar upacara kecil dengan melakukan doa bersama di tepi sungai.
Upacara Fang Sen ini termasuk salah satu ajaran dari sang guru Sidarta Budha Gautama dalam membantu makhluk. Dalam sejarah, ritual ini berawal saat Dewa Data memanah angsa hingga terluka. Oleh Sidarta Budha Gautama, angsa itu dirawat dan sembuh. Lalu angsa itu dilepas ke alam.
Fang Sen ternyata jarang dilakukan. Vihara Dhamma Harja juga baru kali ini menggelar kegiatan tersebut. Yang dilepas ke alam bisa semua satwa. Terutama yang jiwanya terancam. Mereka memilih lele dan belut, karena kedua jenis satwa yang sering dijual di pasaran itu sedang terancam dibunuh oleh penjual atau makhluk lain.
Sebagai warga negara yang baik, sudah sepatutnya kita semua menghormati upaya umat Budha. Kalau mereka melepas lele ke sungai, sudah sepantasnya kita turut menjaga satwa tersebut. Kalau mereka melepas satwa, lalu warga yang lain memanennya, tentu sangat tidak patut.
Dari sudut pandang ekologi, keberadaan ikan di sungai cukup membantu keseimbangan lingkungan sungai tersebut. Paling tidak, ikan bisa jadi indikator hidup dalam mendeteksi pencemaran lingkungan di sungai tersebut.
Lebih jauh kita bisa berkaca pada kondisi sungai Chao Praya yang membelah metropolitan Bangkok, ibukota Thailand. Aliran sungai Chao Praya memang jadi maskot sungai wisata di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Budha itu. Ternyata sungai tersebut jadi habitat ribuan atau mungkin jutaan ikan patin (sejenis lele atau catfish dengan ukuran tubuh lebih besar).
Ikan patin tersebut hidup nyaman tanpa gangguan di sungai Chao Praya. Karena warga Thailand tidak berani mengusik hidup mereka. Jangankan mengkonsumsi, untuk mengambil saja, masyarakat Negeri Gajah Putih itu tidak berani.
Padahal, pemerintah Thailand tidak pernah melarang warganya untuk mengkonsumsi ikan patin di sungai tersebut. Masyarakat juga tidak pernah melarang siapa saja mengambil ikan itu. Namun anehnya, warga tidak berani melakukannya. Ini dilakukan, karena mereka sudah lama meyakini kalau ikan patin itu adalah penjaga sungai Chao Praya. Apalagi, aliran sungai tersebut dimanfaatkan dan menghidupi jutaan warga.
Terlepas dari beda keyakinan serta lokasi yang berbeda, upaya perlindungan kelestarian ekosistem sungai yang dilakukan umat Budha dan warga negara tetangga itu layak diteladani. Walau dengan pendekatan berbeda, mereka bisa menjadikan sungai sebagai lingkungan yang bersih dan sehat. Dampaknya akan dirasakan seluruh masyarakat. Kalau mereka mampu melakukan, Banyuwangi pasti bisa. Apalagi Bumi Blambangan ini memiliki puluhan aliran sungai besar dan kecil. Kalau semua aset dan sumber daya itu terjaga, pasti akan hebat. Apalagi kalau bisa dikelola dang menghidupi warga sekitarnya, jelas akan luar biasa.(*)

Tidak ada komentar: