Minggu, 19 Oktober 2008

Kemerdekaan Ala Anak Punk

Untuk kali kedua, polisi merazia komunitas Anak Punk di Bumi Blambangan. Pada periode pertama bulan lalu, Polres Banyuwangi menggaruk puluhan Pungkers yang biasa mangkal di lampu merah perempatan Lateng. Mereka diinapkan di Mapolres, besoknya langsung digiring ke Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi.
Mereka dikenakan pasal tindak pidana ringan dan dianggap mengganggu ketertiban umum. Akhirnya, kumpulan anak muda berdandan nyeleneh itu harus pulang ke daerah masing-masing. Jika mereka kembali lagi ke Kota Gandrung, mereka akan kembali berhadapan dengan aparat keamanan.
Rupanya, pelajaran bulan lalu itu tidak berlaku bagi komunitas Pungkers. Polisi telah menutup pintu bagi mereka untuk masuk Bumi Blambangan. Namun ternyata, semua itu tidak membuat anak Punk kapok. Mereka malah kembali berdatangan di Banyuwangi.
Kali ini, kedatangan mereka bertepatan dengan bulan Agustus. Bulan di mana bangsa ini sedang gegap gempita merayakan hari kemerdekaan, puluhan anak Punk dari berbagai daerah di Indonesia kumpul di Kecamatan Genteng. Mungkin, mereka akan menggelar acara musik di kota kecamatan tersebut. Bukan mustahil, acara yang akan mereka gelar itu masih terkait dengan peringatan kemerdekaan republik tercinta ini. Tentu saja, peringatan tersebut dilakukan dengan cara dan gaya khas anak Punk.
Polisi langsung bertindak cepat dengan menggelar razia. Terjadilah aksi kejar-kejaran antara polisi dengan puluhan remaja berpakaian nyleneh yang berusaha kabur. Berkat kesigapan petugas, sebanyak 45 anak Punk berhasil dijaring. Mereka dinaikkan ke atas bak truk dan mobil pikap yang sudah disiapkan polisi, lalu dibawa ke Mapolsek Genteng.
Setelah didata, ternyata mereka berasal dari Medan, Jakarta, Tegal, Mojokerto, Malang, Jember, Bali, Lumajang, dan Banyuwangi. Sebanyak enam anak Punk berjenis kelamin perempuan. Setelah didata, mereka diberi pembinaan agar berkeliaran di sembarang tempat dan meresahkan masyarakat.
Berkaca dari hal tersebut, ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik. Yang pertama, Banyuwangi ternyata jadi jujugan penggemar aliran musik Punk se Indonesia. Sudah dua kali, Kota Gandrung ‘diserbu’ komunitas punk. Mereka tidak kapok dengan pendekatan aparat di Bumi Blambangan ini.
Yang kedua, meski penampilan nyeleneh, ternyata jalinan komunikasi anak Punk cukup kuat. Mereka bisa kompak datang dari berbagai penjuru daerah di Indonesia. Mereka ternyata juga terus menggali info agenda acara musik Punk lewat SMS ponsel dan bahkan via e-mail! Ini menunjukkan kalau anak Punk tak gagap teknologi. Sebagian dari mereka juga berduit.
Sudah selayaknya, kita warga Banyuwangi mengubah pendekatan kekerasan terhadap anak Punk. Mereka adalah aset berharga. Mengapa tidak kita legalkan saja pertunjukan musik Punk semacam itu, tentu saja dengan seleksi dan aturan super ketat. Kalau datang, mereka harus bertindak layaknya turis yang mau nonton pertunjukkan musik. Biar saja penampilan morat-marit, asalakan mereka harus menginap di hotel, harus bertiket, harus berduit dan sebagainya. Dengan begitu, mereka bisa bahagia dan rakyat Banyuwangi bisa lebih sejahtera. (*)

Tidak ada komentar: