Senin, 20 Oktober 2008

Kondom, Pengamen dan Keperawanan

Isi berita Radar Banyuwangi edisi 28 Februari 2008 cukup membuat miris. Ada seorang siswi berumur 17 tahun di Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi yang nekat menjual keperawanannya.
Masih di halaman yang sama, ada juga berita razia siswa yang mebolos di Kota Gandrung. Empat pelajar SMA digaruk karena nongkrong di tempat umum pada jam sekolah. Yang mengejutkan, saat digeladah, seorang siswa tersebut kedapatan membawa kondom. Alat kontrasepsi pencegah kehamilan itu ditemukan di dompet pelajar itu.
Berita lainnya adalah enam pengamen terjaring di lampu merah perempatan Karangente Banyuwangi. Semua penyanyi jalanan masih berusia muda itu harus menjalani sidang tindak pidana ringan (tipiring) di pengadilan.
Inikah potret buram generasi muda kita? Yang perempuan menjual keperawanan demi rupiah. Yang laki-laki membawa alat kontrasepsi agar bebas mengumbar nafsu syahwat. Yang tidak sekolah, memilih hidup meminta-minta sambil menyanyi (mengamen) di jalanan.
Kenyataan itu memang jadi catatan buruk bagi generasi muda Bumi Blambangan. Fakta tersebut memang tidak dapat dipungkiri. Sisi negatif itu memang ada di lingkungan sekitar kita. Karenanya, kita patut berharap agar sisi negatif itu tidak semakin berkembang mendominasi isi otak generasi muda Indonesia.
Harus diakui, pesan moral yang disampaikan Konsulat Jenderal (Konjen) Shoji Sato kepada kalangan pelajar SMA di Kecamatan Genteng selasa (26/2) lalu itu terbilang cukup jitu. Digambarkan jelas bahwa Jepang dulunya porak poranda setelah kena bom atom tahun 1945. Semua segi kehidupan hancur, lebih parah dari kondisi bangsa kita saat ini.
Yang layak dicontoh, Jepang bisa bangkit lagi dan bahkan mampu tampil sebagai negara maju. Padahal, sumber daya alam yang mereka miliki jauh lebih terbatas dibandingkan melimpahnya kekayaan alam Indonesia.
Semua itu ternyata kuncinya adalah berhasilnya menciptakan generasi muda yang berkualitas secara fisik dan mental. Siswa sebagai generasi anak bangsa, berani dan mampu melawan masuknya budaya asing yang merusak. Jepang sukses membangun bangsa, karena siswanya sangat giat belajar.
Karenanya, membangun pelajar dan generasi muda sudah menjadi harga mati bagi bangsa ini. Tidak perlu ditunda lagi, harus dimulai dari sekarang. Sudah selayaknya masalah ini menjadi tanggung jawab kita bersama. (*)

Tidak ada komentar: