Senin, 20 Oktober 2008

Beda Tempat, Beda Nasib

Pemkab Banyuwangi masih punya satu ‘urusan’ dengan PT Asuransi Jiwa Bakrie (AJB). Pemkab pernah ‘memarkir’ dana APBD sebesar Rp 6,3 miliar pada tahun 2004 dan 2005. Uang sebanyak itu digunakan untuk membayar premi asuransi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pemkab.
Pada perkembangan selanjutnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengeluarkan rekomendasi kepada Bupati Banyuwangi. Intinya, pemkab diminta segera menarik dana APBD tersebut dari perusahaan asuransi tersebut.
BPK ingin dana APBD sebesar Rp 6,3 miliar itu harus kembali 100 persen ke kas daerah. Terjadilah negosiasi pemkab dengan PT AJB. Pemkab pun memberi deadline, dana tersebut sudah harus dikembalikan akhir 2007.
Namun hingga batas waktu yang ditetapkan terlewati, uang milik rakyat itu belum juga kembali. PT AJB hanya mau mengembalikan dana premi asuransi tersebut senilai Rp 5,1 miliar (bukan Rp 6,3 miliar seperti tercatat di APBD).
Alasannya, perusahaan itu meneken kontrak dengan pemkab senilai Rp 5,1 miliar. Itupun, dana sesuai kontrak tersebut masih harus dikurangi Rp 129 juta. Karena sebelumnya, perusahaan itu telanjur mencairkan klaim premi asuransi 100 PNS pemkab. Itu pun, mereka baru sanggup mengembalikan dana tersebut pada akhir tahun 2011.
Lalu, ke mana sisa uangnya? Pertanyaan berikutnya, siapa yang harus bertanggung jawab? Hingga kini, semuanya belum terjawab jelas dan gamblang.
Sementara itu, kasus serupa juga pernah terjadi di kabupaten tetangga. Pemkab Situbondo juga pernah menganggarkan asuransi untuk PNS. Karena seluruh PNS telah dilindungi askes oleh pemerintah pusat. Ketika mereka diasuransikan lagi melalui APBD, berarti terjadi double anggaran. Negara pun dirugikan.
Meledaklah kasus asuransigate di Situbondo. Kasus tersebut menyeret beberapa mantan pejabat penting pemkab ke ranah hukum. Ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan, ada juga pejabat penting yang masuk penjara dalam kasus tersebut.
Situasi yang terjadi di dua daerah itu memang hampir sama. Sama-sama menggunakan dana APBD untuk asuransi PNS. Bedanya, ditemukan kerugian negara pada kasus asuransigate di Situbondo. Ini karena aparat penegak hukum bertindak cepat merespons reaksi masyarakat yang getol menyoal persoalan itu.
Sedangkan di Banyuwangi, situasinya sangat kontras dengan Situbondo. Ini karena di Banyuwangi belum diketahui, apakah ada kerugian negara atau tidak. Selain itu, rakyatnya ‘belum’ terlalu kritis menyikapi persoalan itu. Kalau rakyatnya adem ayem, apakah aparat penegak hukum (polisi, kejaksaan) juga ikut adem ayem menyikapi persoalan ini. Ayo, siapa yang berani lebih dulu menjemput bola? *

Tidak ada komentar: