Minggu, 19 Oktober 2008

Antara Isu Santet, Togel dan Mimpi

Artikel cover story tentang kondisi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banyuwangi yang sudah overpopulasi, cukup membuat pembaca prihatin. Kompleks penjara yang dibangun tahun 1917 itu didesain mampu menampung 260 orang. Namun yang terjadi saat ini, penghuninya sudah mencapai 852 orang.
Kondisi overpopulasi itu sudah berlangsung sejak tahun 1998. Penghuni penjara mendadak melonjak dua kali lipat dari jumlah ideal. Penghuni lapas yang sebelumnya hanya sekitar 250 orang, langsung melonjak menjadi sekitar 500 orang.
Booming penghuni Lapas tahap pertama itu dipicu adanya peristiwa pembunuhan masal dengan isu dukun santet 1998. Sekitar seratus orang yang jadi korban. Mereka yang dituduh atau diisukan sebagai dukun santet, langsung dikejar dan diburu massa yang kalap.
Meski tidak seluruhnya tuntas diungkap, namun pengusutan sebagian peristiwa ‘santet 1998’ tersebut berdampak pada hunian Lapas Banyuwangi. Jumlah tersangka penganiaya dan pembunuh bermotif isu santet yang menghuni penjara langsung melonjak drastis.
Setelah cukup lama berjalan normal, Lapas Banyuwangi kembali mengalami booming hunian tahap dua. Lonjakan jumlah penghuni penjara terjadi lagi pada tahun 2004. Sejak saat itu, jumlah warga binaan Lapas terus mengalami tren peningkatan.
Berbeda dengan lonjakan akibat peristiwa santet 1998, periode booming kali ini lebih didominasi kasus judi. Lebih spesifik lagi kasus judi toto gelap (togel). Pelakunya tidak memandang status sosial. Mereka yang terjerat kasus judi togel berasal dari segala profesi. Mulai dari petani, pedagang, oknum pegawai, oknum guru, pensiunan sampai istri polisi ada yang pernah tersandung kasus togel.
Memang, kasus pembunuhan dengan isu santet 1998 dengan maraknya kasus togel tidak bisa disetarakan. Pembunuhan termasuk kasus besar dengan ancaman hukuman yang berat. Sedangkan kasus judi, biasanya dikenakan vonis ringan. Tetapi, dampak yang dirasakan bagi Lapas Banyuwangi dari dua kasus itu tetaplah sama. Penghuni penjara jadi meningkat dipicu dua kasus itu.
Terlepas dari semua itu, ada satu sisi kesamaan dua kasus tersebut. Warga nekat berbuat brutal menghabisi nyawa seseorang karena termakan isu santet yang tidak jelas. Sedangkan dalam persoalan togel, seorang bisa lupa segalanya karena terbius mimpi nomor buntut yang tidak pasti. Dengan modal Rp 1.000, bermimpi dapat duit kontan Rp 2,5 juta.
Begitu mudahnya masyarakat terbuai mimpi yang tidak pasti. Gara-gara isu yang tidak jelas, mereka bisa berbuat brutal menganiaya, menyeret bahkan membunuh seseorang dengan sadis tak berperikemanusiaan. Mereka juga bisa lupa menafkahi keluarga, karena terus berkutat dengan mimpi mengutak-atik angka keberuntungan judi togel.
Ternyata, masih banyak masyarakat yang terjerat isu dan mimpi yang tidak jelas itu. Kita patut berharap, seluruh komponen di Banyuwangi bisa bersama-sama mengobati penyakit masyarakat ini. Kalau perlu, nyatakan perang terhadap isu serta mimpi yang membikin loyo masyarakat. (*)

Tidak ada komentar: