Minggu, 19 Oktober 2008

Kita Punya Banyak Stadion Kelas Dunia

ASYIKNYA melihat anak-anak nelayan di pantai Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi. Kecil-kecil, ternyata mereka sudah mahir dalam bermain surfing. Ombak besar di pesisir laut selatan Jawa itu dimanfaatkan untuk arena main selancar.
Seperti yang dilakukan Angga dan Bima. Siswa kelas enam Sekolah dasar itu termasuk yang piawai berselancar. Selama liburan lebaran ini, dua bocah masih berusia sebelas tahun itu bermain surfing di pantai Wana Wisata Grajagan (WWG) rutin hampir setiap hari.Meski hanya berani main ombak kecil, aksi mereka mampu berdiri di atas papan sambil meluncur mengikuti ombak.
Pantai Grajagan juga sudah menyediakan penyewaan alat perlengkapan surfing. Sayangnya, peminat olahraga adventure ini masih terlalu minim. Jumlah surfer sangat jauh dan tak sebanding dengan jumlah penduduk. Hanya segelintir orang saja (dari sekitar 1,5 juta penduduk Banyuwangi) yang sudah merasakan nikmatnya bermain surfing.
Mayoritas warga Bumi Blambangan hanya jadi penonton. Itupun, statusnya hanya penonton pasif kemudian langsung melupakannya begitu saja. Mereka lebih fanatik pada olahraga yang sudah merakyat seperti sepakbola. Padahal, prestasi tim sepakbola kita ya segitu-gitu saja. Jangankan tingkat lokal Banyuwangi, tim nasional Indonesia saja tak pernah berjaya di level Piala Dunia.
Ironisnya, uang rakyat yang digunakan untuk membiayai olahraga tersebut sudah luar biasa. Banyak tim sepakbola liga Indonesia yang menggunakan dana APBD untuk operasionalnya. Belum lagi pengeluaran dana APBD untuk pembangunan stadion sepakbola.
Di Banyuwangi saja, sudah miliaran rupiah uang APBD mengalir untuk pembangunan stadion sepakbola. Ya, itu memang sah-sah saja. Toh, eksekutif di pemkab setuju, wakil rakyat di DPRD juga setuju, kemudian rakyat penggila bola juga terhibur dengan stadion yang layak.
Namun kembali pada sudut pandang kalangan surfer, Banyuwangi sebenarnya punya banyak ‘stadion’ kelas dunia. Kita punya Plengkung dan G-land yang ombaknya sangat ektrim. Para surfer kelas dunia bilang, Plengkung termasuk salah satu yang terbaik di dunia. Bahkan, ombak sepanjang pantai selatan Jawa Timur ini sangat layak untuk surfing. Mulai pantai di Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang Selatan, Lumajang, Jember hingga Banyuwangi. Semuanya termasuk pantai kelas dunia untuk surfing.
Ibaratnya sepakbola, pantai-pantai itu ibaratnya stadion Yokohama Dome di Jepang), stadion antigempa di Sansiro (Italia), stadion markas Bayern Muenchen Allianz Arena (Jerman) hingga stadion Old Trafford (Inggris).
Selain itu, kalangan surfer punya jaringan dan ikatan komunitas yang kuat seluruh dunia. Jumlahnya mencapai ribuan orang. Yang menguntungkan, pusat komunitas itu berada di Kuta, Bali yang masih dekat dengan Banyuwangi.
Tentu ini pelajaran berharga bagi kita warga Banyuwangi. Jangan lagi kita jadi penonton pasif. Kita punya banyak ‘stadion’ surfing berkelas dunia. Tahun 2002 lalu, pemkab sudah pernah menggelar event surfing internasional di Plengkung. Tapi setelah itu, enam tahun berlalu begitu saja. Ya, sudah terlalu lama kita membiarkan ‘stadion’ berkelas itu menganggur. (*)

Tidak ada komentar: