Minggu, 19 Oktober 2008

Riak, Gelombang, Lalu Tsunami

Riak kecil mulai menerpa Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banyuwangi. Seorang nara pidana (napi) terlibat baku hantam dengan sesama napi di blok F 9 senin (24/3) dini hari lalu.
Beruntung, petugas lapas (sipir) bertindak sigap dan mengamankan dua napi tersebut.
Masalah perkelahian memang kelihatan sepele. Namun, jika yang terlibat perkelahian itu adalah napi, dampaknya bisa luar biasa. Setiap kericuhan di dalam penjara, bisa berpotensi menimbulkan kerusuhan. Karena banyak pihak yang berkepentingan ketika timbulnya kerusuhan di dalam lapas. Kalau ada peluang, tentu saja penghuni penjara bisa nekat melakukan apa saja agar bisa kabur.
Kalau perkelahian itu adalah riak, kerusuhan dalam penjara bisa disebut gelombang. Nah, kalau seandainya situasi tak terkendali, lalau para penghuni penjara yang jumlahnya ratusan orang itu kabur, ini yang bisa disebut Tsunami.
Musibah seperti ini pernah terjadi di sebuah lapas di Kalimantan dan sebuah Nusa Tenggara Barat beberapa tahun lalu. Ratusan napi yang kabur itu membuat situasi mencekam. Warga pun menjadi ketakutan. Padahal, apa saja yang bisa menimbulkan rasa takut di masyarakat bisa diartikan sebagai tindak terorisme.
Terlepas dari semua ‘bayang-bayang’ ketakutan itu, sudah selayaknya kita semua ikut mencegah berkembangnya riak perkelahian antarnapi. Kita wajib mencegah terjadinya gelombang besar kerusuhan dalam penjara, apalagi sampai terjadinya Tsunami berupa teror ketakutan di masyarakat. Salah satunya caranya, mungkin dengan memanusiakan para penghuni lapas.
Tetapi lihat saja, bagaimana kondisi ‘hidup’ mereka di dalam Lapas saat ini? Kapasistas ideal Lapas Banyuwangi sejatinya hanya cukup untuk menampung 260 orang. Namun saat ini, tempat tersebut sudah dihuni 852 orang (data Januari 2008).
Mumpung belum terjadi gelombang besar kerusuhan serta Tsunami ketakutan warga, sudah sepatutnya kita semua memikirkan solusinya. Alternatifnya, bisa saja para napi dilayar (dipindah) ke lapas lain. Atau solusi lainnya membangun lapas baru yang lebih representatif. Tak ada ruginya membangun lapas baru, toh lembaga itu berfungsi membina warga masyarakat yang khilaf. (*)

Tidak ada komentar: