Senin, 15 Juni 2009

Upaya Banding Zaman Sekarang

ENAM terpidana kasus Kasdagate Situbondo menyatakan banding, dua lainnya menerima putusan. Terdakwa yang mengajukan banding adalah Nur Setiadi Pamungkas, Ikhwansah, dan Endaryuni. Ketiganya dari PT Sentra Utama (SAU), pihak ketiga yang menerima aliran dana kasda hingga Rp 80 miliar lebih. Tiga orang lagi adalah Darwin Siregar, Hamzar Bastian, dan Alvia Rahman. Tiga terdakwa ini dari BNI Situbondo.

Dua terdakwa yang menerima putusan hakim adalah I Nengah Suarnata dan Juliningsih. Keduanya mantan Kabag Keuangan dan Bendahara Umum Daerah Pemkab Situbondo.

Sebelumnya, majelis hakim PN Situbondo menjatuhkan hukuman kepada delapan terdakwa kasdagate. Mantan Komisaris PT Sentra Artha utama (SAU), Endaryuni, dihukum 10 tahun penjara dan ganti rugi sebesar Rp 7.441 miliar. Nursetadi Pamungkas divonis 12 tahun penjara dan ganti rugi Rp 5,35 miliar. Ikhawansyah divonis 10 tahun dan ganti rugi Rp 5,304 M.

Mantan Pimpinan BNI Situbondo, Darwin Siregar, diganjar sepuluh tahun penjara dan ganti rugi Rp 1.184 miliar. Mantan marketing pemasaran BNI, Alvia Rahman, divonis 6 tahun penjara. Hamzar Bastian juga divonis 6 tahun penjara. Untuk dua terdakwa dari Pemkab Situbondo, Kabag Keuangan, I Nengah Suarnata, dan Juliningsih, diganjar hukuman 4 tahun.

Memang, setiap warga negara berhak untuk mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi. Namun yang perlu dicermati, ada beberapa contoh kasus yang membuat miris dalam melakukan banding di zaman sekarang. Terutama upaya banding untuk kasus-kasus korupsi.

Lihat saja kasus korupsi proyek Jalan Lingkar Ketapang (JLK) tahun 2001 yang terjadi di Banyuwangi. Majelis hakim PN Banyuwangi telah menjatuhkan vonis bersalah untuk Bambang Sugeng, pimpro JLK tersebut. Ketika itu, terpidana langsung mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Hasilnya ternyata cukup mencengangkan. Putusan banding PT Surabaya ternyata menyatakan Bambang tidak bersalah dan bebas demi hukum.

Rupanya, drama kasus itu tidak berhenti sampai di situ. Ternyata, jaksa penuntut umum tidak puas atas putusan banding PT Surabaya tersebut. Berkas kasus itu pun menggelinding ke meja Mahkamah Agung. Selanjutnya, era baru perang melawan korupsi kian gencar berlangsung. Hasilnya, setelah tiga tahun berlalu, putusan kasasi MA akhirnya turun. Hasilnya malah menguatkan vonis PN Banyuwangi dan menggugurkan vonis bebas PT Surabaya. Terpidana pun langsung dieksekusi masuk Lapas.

Itu hanya secuil contoh, ending yang bikin miris dari upaya banding kasus korupsi. Terlepas dari semua itu, upaya banding sejatinya adalah hal yang wajar dalam mencari keadilan. Entah bagaimana nanti hasil akhirnya nanti, semoga bisa menjadi jalan terbaik bagi semua pihak. (*)

Tidak ada komentar: