Senin, 15 Juni 2009

Rela Miskin Demi Bantuan Tunai

WARGA miskin di Banyuwangi ternyata masih banyak. Pada akhir tahun 2008, Badan Pusat Statistik mencatat masih ada 129.324 kepala keluarga (KK) yang masuk kategori miskin.

Jika mereka berbaris, tentu akan sangat panjang. Kalau seandainya disediakan jalan ke arah utara mulai depan kantor pemkab di Jalan A Yani Banyuwangi, barisan orang miskin bisa mencapai tikungan Batangan di tepi hutan Baluran yang masuk wilayah Kabupaten Situbondo.

Meski jumlahnya masih sangat banyak, jumlah masyarakat miskin ini sebenarnya sudah turun drastis daripada tahun sebelumnya. Pada tahun 2007, jumlah keluarga miskin tercatat sebanyak 156.719 KK. Artinya, selama setahun sudah terjadi penurunan sebanyak 27.395 KK.

Biro Pusat Statitik di Banyuwangi menyatakan, bahwa pendataan keluarga miskin tersebut sudah dilakukan dengan 18 indikator. Masyarakat dikatakan miskin kalau masuk dalam indikator yang ditetapkan. Misalnya, indikator miskin itu antara lain jenis lantai rumah tinggal yang dihuni warga. Kalau mereka tinggal di rumah yang masih berlantai tanah, otomatis mereka termasuk kategori warga miskin.

Indikator kemiskinan lainnya adalah sumber air minum yang digunakan warga. Ada juga indikator jenis atap bangunan rumah tinggal mereka. Jenis dinding rumah tinggal warga juga masuk dalam indikator untuk pendataan kemiskinan. Indikator lainnya antara lain fasilitas tempat buang air besar, dan sering-tidaknya utang untuk kebutuhan sehari-hari, juga termasuk indikator pendataan kemiskinan tersebut.

Apa pun metode serta indikator yang digunakan dalam pendataan tersebut, sejatinya tak perlu banyak diperdebatkan. Karena yang jelas, faktanya tetap menunjukkan bahwa warga miskin di Bumi Blambangan ini masih banyak.

Yang lebih penting lagi, adalah membangun mental warga miskin itu agar mau bangkit. Mereka harus punya kesadaran dari diri sendiri untuk bekerja lebih keras dan mentas dari keterpurukan ekonomi keluarganya.

Memang pada praktiknya nanti, banyak kendala yang akan dihadapi dalam perjuangan melepaskan diri dari jerat kemiskinan. Tetapi, yang utama adalah mental untuk mau bekerja dan mentas dari keterpurukan. Jangan sampai kemiskinan dijadikan alat untuk meraup kenikmatan sesaat.

Jangan hanya demi mendapat bantuan yang hanya dinikmati sesaat, warga yang sudah meningkat taraf hidupnya, harus mengaku tetap miskin. Kalau di rumah sudah punya TV, penghasilan tetap, banyak perhiasan, tinggal di rumah berdinding tembok permanen, berlantai keramik, dengan suplai air PDAM, jangan lagi mengaku miskin demi mengharap dapat bantuan tunai dari pemerintah. (*)

Tidak ada komentar: