Senin, 15 Juni 2009

Masa Penantian Jukir dan Honorer

BERITA tentang keterlambatan pembayaran gaji sekitar 300 orang juru parkir (jukir), memang bukan hal yang baru. Isu-isu semacam itu memang sudah sering terjadi akhir-akhir ini.

Meski merasakan penderitaan luar biasa selama beberapa bulan, ratusan keluarga jukir tetap tak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya diam dan pasrah. Mereka merasa lebih baik menunggu, untuk menanti pencairan haknya.

Selama ini, belum pernah terdengar berita, para jukir itu kalap dan melakukan aksi nekat. Misalnya saja, menduduki kantor Dinas Perhubungan, atau menduduki kantor bupati. Hal semacam itu, mungkin bukan menjadi watak dan kepribadian para jukir.

Mereka adalah wong cilik yang terlalu lemah posisi tawarnya. Berulah sedikit saja, nasib mereka bisa terancam. Sebab bukan mustahil, mereka yang terlalu ’vokal’ bisa dengan mudah dipecat sebagai jukir. Tidak mengherankan, tidak pernah terjadi gejolak ketika gaji para jukir tak kunjung cair selama beberapa bulan lamanya.

Bahkan, tekanan hidup akibat gaji belum cair, membuat sebagian jukir harus kreatif mencari pekerjaan sambilan. Jangan heran, ada jukir yang nyambi bekerja sebagai penjual bubur.

Penderitaan yang tak kalah berat, juga dirasakan tenaga honorer di Pemkab Banyuwangi. Honor mereka malah belum cair sejak bulan Januari 2009 lalu. Berarti sudah lima bulan terakhir ini, para tenaga honorer itu harus mengetatkan ikat pinggang.

Sama halnya seperti para jukir, kini sudah jarang muncul sosok atau figur tenaga honorer yang ’vokal’. Sebagian besar honorer hanya bisa pasrah dengan pahitnya kenyataan ini. Hal ini juga disebabkan karena posisi tawar mereka yang juga sangat lemah. Mereka selalu dibayangi ancaman pemecatan bila nekat berulah.

Memang, pihak pemkab telah menjelaskan secara mendetail, tentang problem teknis yang mengakibatkan molornya pencairan gaji ratusan jukir dan ratusan tenaga honorer tersebut. Intinya, tim pemkab akan berusaha sekuat tenaga, agar gaji para jukir dan honor ratusan tenaga honorer pemkab itu bisa cair secepat mungkin. Bahkan, Dishub menargetkan agar jukir sudah bisa gajian awal Juni 2009 mendatang.

Terlepas dari persoalan teknis tersebut, problem molornya gaji itu berpotensi menimbulkan penilaian miring masyarakat terhadap kinerja birokrat. Karena sumber upah tenaga honorer dan gaji pegawai negeri, ternyata sumbernya juga sama dari negara. Gaji PNS pemkab dan upah tenaga honorer juga sama-sama pengeluaran rutin. Barangkali, karena prosedurnya berbeda, akhirnya masa pencairannya juga berbeda.

Nah, masyarakat awam tentu tidak paham dengan persoalan teknis semacam itu. Yang jelas, problem upah honorer dan jukir itu ini sangat membutuhkan sentuhan cerdas, agar bisa cair tepat waktu tanpa molor lagi di masa mendatang. Apalagi, mereka adalah kaum teraniaya. Lebih mulia lagi, jika upah pekerja yang teraniaya itu sudah terbayar, sebelum keringatnya kering. (*)

Tidak ada komentar: