Senin, 15 Juni 2009

Lima Tahun Penentu Nasib

MASA lima tahun mendatang, merupakan masa emas bagi beberapa kalangan. Yang pertama, tentu saja ini merupakan masa kejayaan para anggota legislatif hasil pemilu 2009.

Mereka akan menikmati kursi sebagai wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten-kota. Selama masa lima tahun itu pula, mereka akan berkiprah. Tentu saja, kiprah mereka akan disertai pula dengan bermacam risiko. Mulai dari risiko negatif, hingga risiko positif menikmati pundi bermacam honor sebagai anggota dewan yang terhormat.

Masa lima tahun mendatang juga akan jadi masa emas bagi presiden dan wakil presiden RI terpilih, hasil pilpres 2009 mendatang. Selanjutnya, masa lima tahun mendatang juga sangat berarti bagi para bupati Banyuwangi dan Bupati Situbondo terpilih dalam ajang pilkada tahun depan.

Memang, semua masa emas lima tahunan itu masih dilihat dari sudut pandang politik. Mulai dari anggota dewan, presiden dan para kepala daerah. Mereka punya masa kerja sepanjang lima tahun. Baik buruknya kinerja mereka, akan terlihat dan dirasakan masyarakat dalam kurun lima tahun mendatang.

Kalau kita melihat perspektif lain, ternyata masih banyak orang di Bumi Blambangan ini yang berharap banyak dalam kurun lima tahun mendatang. Lihat saja kalangan guru Taman Kanak-Kanak (TK) dan guru Sekolah Dasar (SD) di Banyuwangi. Ada sekitar 9.111 guru TK-SD yang belum mengantongi ijazah sarjana di Banyuwangi. Itu belum termasuk guru nonsarjana yang kini mengajar di SMP, SMA dan SMK. Tentu, jumlah guru yang belum mengantongi ijazah sarjana strata satu (S-1) akan lebih banyak lagi.

Nah, nasib ribuan guru itu akan ditentukan dalam kurun lima tahun mendatang. Undang-Undang Pendidikan mensyaratkan, semua guru harus mengantongi ijazah sarjana (S-1). Mereka diberi kesempatan selama lima tahun, untuk menyelesaikan pendidikan S-1 sebagai syarat minimal kelayakan guru mengajar.

Namun, tidak semua guru tersebut bisa dengan mulus gelar sarjana S-1 pada tahun 2014 mendatang. Persoalan yang mengemuka tidak hanya seputar problem teknis. Yang lebih menonjol, ternyata justru masalah klasik, yakni masalah biaya pendidikan.

Sebagai orang tua, naluri para guru itu tentu akan lebih mengutamakan anak. Mereka akan lebih mengutamakan biaya pendidikan anaknya dari pada biaya kuliah dirinya. Beruntung, problem ini cukup cepat direspons Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Jawa Timur. LPMP menggerojok ribuan beasiswa bagi guru yang akan kuliah S-1.

Semoga, peluang emas ini bisa ditangkap dengan baik oleh para guru tersebut. Jangan sampai sia-siakan kesempatan emas beasiswa ini. Jangan sampai masa emas lima tahun terlewatkan begitu saja. (*)

(*)

Tidak ada komentar: