Senin, 15 Juni 2009

Betor, Problem Baru Setelah Gerandong

BUMI Blambangan ini memang bisa dibilang sebagai gudangnya kendaraan bermotor rakitan. Masalah gerandong (mobil rakitan) seolah tak pernah tuntas di daerah ini. Kini, muncul lagi masalah baru yang senada dengan gerandong dan juga tak kalah peliknya.

Masalah baru itu adalah kendaraan rakitan berupa becak-motor (betor). Sama seperti gerandong, populasi betor kini sudah mencapai lebih seribu unit. Gerandong memang sudah dinyatakan terlarang melintas di jalan raya. Karena kendaraan ini dianggap belum teruji kelayakan jalannya, dan berpotensi mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Khusus untuk betor, pihak berwenang memang belum menerapkan larangan beroperasi di jalan raya. Setelah lima tahun beroperasi, baru kali ini dilakukan razia. Itu pun, yang dirazia masih sebatas dokumen kelengkapan seperti STNK motor yang digunakan untuk pendorong becak tersebut.

Sementara itu, setiap kendaraan bermotor (apalagi pengakut barang) yang melintasi jalan raya, harus selalu kendaraan yang lolos uji kelayakan. Dalam hal ini, gerandong dan betor jelas tidak didukung dengan dokumen kelayakan kendaraan di jalan raya. Namanya saja kendaraan rakitan sendiri, tentu saja tidak pernah mengikuti uji kelayakan jalan resmi.
Ketika terjadi kecelakaan yang melibatkan gerandong, para korban kecelakaan sudah merasakan ketidakadilan. Terlepas siapa yang lalai, kalau kecelakaan terjadi di jalan raya, gerandong tetap tidak punya perlindungan hukum. Ini karena kendaraan rakitan itu tidak punya sertifikat uji kelayakan jalan. Selain itu, kendaraan roda empat rakitan itu juga tidak membayar pajak. Padahal, setiap pembayar pajak kendaraan selalu diikuti dengan asuransi jasa raharja.

Sedangkan betor, bagian belakangnya merupakan sepeda motor. Pemiliknya mungkin saja masih membayar pajak kendaraan roda dua. Tetapi faktanya, kendaraan tersebut telah berubah tampilan dan fungsinya. Fungsinya lebih banyak sebagai pengakut ikan dan barang. Bahkan, ada juga yang digunakan untuk mengangkut penumpang. Sedangkan tampilannya telah berubah menjadi beroda tiga. Kendaraan rakitan itu juga belum teruji secara resmi, terkait kalayakan jalannya.

Namun hingga kini, masih banyak gerandong dan betor yang beroperasi di jalan raya. Problem gerandong dan betor ini memang sangat pelik. Terlebih, masyarakat kecil di Muncar mengaku sangat terbantu dengan hadirnya betor. Selain mendorong perekonomian masyarakat bawah, betor juga membantu kelancaran distribusi ikan dari pelabuhan menuju kawasan industri.

Sehingga, seolah ada sesuatu yang kurang betul dalam membeludaknya populasi betor ini. Dokumen kendaraan yang kurang pas, serta kelayakan jalan yang belum teruji.

Namun di sisi lain, masyarakat yang cukup inovatif merakit sendiri becak dan motor menjadi betor, sebenarnya juga layak diapresiasi. Inilah salah satu karya anak negeri. Betor hadir untuk menyiasati kerasnya himpitan ekonomi. Betor juga termsuk karya brillian dalam hal efisiensi.
Lantas, kenapa tidak sekalian saja diuji secara resmi kelayakannya. Atau sekalian saja, dirakit secara masal dan kalau perlu dipatenkan. Dengan begitu, betor tak lagi jadi benda rakitan separo resmi dan separo ilegal. Ataukah, memang sengaja diciptakan demikian demi memudahkan penarikan pungutan liar? Semoga saja tidak. (*)

Tidak ada komentar: