Rabu, 24 November 2010

Pelajaran dari Lomba Balap Sepeda

PENGGEMAR balap sepeda di Bumi Blambangan tentu sudah tak asing dengan event akbar Tour d' Indonesia. Tour d' Indonesia merupakan sebuah lomba balap sepeda berlevel internasional yang dilaksanakan setiap tahun di Indonesia.

Menurut catatan, Tour d' Indonesia sebenarnya sudah digelar sejak tahun 2003. Tour d' Indonesia juga merupakan salah satu turnamen resmi seri Persatuan Balap Sepeda Internasional (Union Cycliste International, UCI).

Turnamen ini umumnya diadakan sekitar bulan September dan Oktober. Sejak awal digelarnya Tour d' Indonesia, selalu saja ada sponsor utama kegiatan ini. Selama beberapa tahun digelar, sponsor Tour d' Indonesia sudah beberapa kali berganti.

Meski begitu, secara teknis, pelaksanaan acara lomba balap sepeda tersebut nyaris tak berubah. Pesertanya juga selalu banyak. Selain diikuti pembalap nasional dari beberapa klub di Indonesia, agenda Tour d' Indonesia juga sering diikuti oleh para pembalap asing. Mereka ada yang tergabung dalam klub balap sepeda Indonesia, ada pula pembalap asing yang ikut dengan membawa bendera klub negara masing-masing.

Sementara itu, rute Tour d' Indonesia juga sering berubah. Beberapa kali rutenya dimulai dari Bandung dan finish etape terakhir di Denpasar, Bali. Sering pula, panitia Tour d' Indonesia memilih rute dari Jakarta dan finish di Bali.

Memang, pemilihan finish lomba balap sepeda itu di Pulau Dewata memiliki dampak politis bagi pemerintah Indonesia. Karena sebagian peserta merupakan warga asing, tentu ada manfaat besar dalam pengembangan dan promosi pariwisata negeri ini. Bali yang jadi ikon wisata nasional, bisa jadi pelepas dahaga para pembalap yang telah lelah setelah berlaga menempuh rute lebih seribu kilometer tersebut.

Nah, hampir setiap tahun pelaksanaan Tour d' Indonesia tersebut, rute yang ditetapkan biasanya hampir selalu menjadikan Banyuwangi sebagai titik yang dilewati. Namun tahun ini, panitia Tour d' Indonesia mendadak mencoret Banyuwangi sebagai rute balapan.

Tentu saja, kenyataan ini cukup merugikan bagi Banyuwangi. Biasanya, dengan digelarnya event besar tersebut di Kota Gandrung bisa memberikan dampak atau efek berantai terhadap sendi kehidupan ekonomi masyarakat Banyuwangi. Mereka bisa meraup untung dari berjualan makanan, minuman, hotel, hingga promosi pariwisata. Yang jelas, banyak warga yang ikut merasakan dampak ekonomi dari lomba kelas dunia tersebut.

Meski begitu, kita tak bisa menyalahkan panitia lomba yang ’meloncati’ Banyuwangi dari rute lomba balap tersebut. Walau pun rute Jember – Banyuwangi menyuguhkan pemandangan pegunungan yang menawan serta track yang menantang, tetapi lihatlah kondisi jalannya. Muluskan kondisi aspal jalan Banyuwangi – Jember? Sudah layakkah kondisi jalan tersebut. Ya, harus diakui bahwa kondisi jalan yang menghubungkan dua kabupaten ini masih jauh dari layak. Masih banyak lubang di sana sini. Karena ini, kalau kita ingin memberikan dampak ekonomis kepada warga, benahilah dulu kondisi jalan yang ada. Inilah pelajaran yang harus dipetik dari lomba balap sepeda. (*)

Tidak ada komentar: