Senin, 01 November 2010

Cegah Difteri dengan Imunisasi

PENYAKIT difteri kini menghantui warga di Desa Tamansari, Kecamatan Sumbermalang. Hingga kini, sedikitnya sudah ada empat bocah setempat yang terserang penyakit tersebut. Penyakit ini menyerang bagian pernapasan. Tak heran, satu di antara empat penderita tersebut harus kehilangan nyawanya. Bocah malang itu adalah Yusroniah, warga Desa Tamansari, Sumbermalang. Anak berumur 11 tahun itu meninggal dunia, karena terlambat mendapatkan penanganan medis.

Selain itu, ada tiga pasien bocah lain yang masih dirawat di ruang isolasi UPF Anak RSU dr Abdoer Rahem Situbondo. Seluruh pasien itu berasal dari satu lingkungan dengan Yusroniah, di Desa Tamansari. Salah satunya, Fajri, 2, malah masih adik Yusroniah. Dua lainnya, adalah Anam, 11; dan Sugik, 12.

Penyakit difteri tersebut disebabkan oleh Corynebacterium Diphteriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Sasaran awalnya adalah saluran pernafasan. Namun, jika tidak segera tertangani penyakit itu akan menyebar ke seluruh jaringan sel tubuh sehingga bisa sangat mematikan.

Kuman difteri ini sangat ganas dan mudah menular. Gejalanya adalah demam tinggi dan tampak adanya selaput putih kotor pada tonsil (amandel) yang dengan cepat meluas dan menutupi jalan napas. Selain itu racun yang dihasilkan kuman difteri dapat menyerang otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut saraf. Racun dari kuman tetanus merusak sel saraf pusat tulang belakang, mengakibatkan kejang dan kaku seluruh tubuh. Pertusis (batuk 100 hari) cukup parah bila menyerang anak balita, bahkan penyakit ini dapat menyebabkan kematian.
Sebenarnya, difteri dapat diantisipasi sejak dini.
Caranya dengan melakukan imunisasi pada bayi saat kondisinya sedang sehat. Biasanya, vaksin difteri tersebut dikemas satu paket dengan vaksin pertusis, dan tetanus. Gabungan tiga vaksin itu populer dengan nama vaksin DPT (difteri, pertusi, tetanus).

Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali, yaitu sejak bayi berumur dua bulan dengan selang waktu penyuntikan minimal selama empat minggu. Suntikan pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa, itu sebabnya suntikan ini harus diberikan sebanyak 3 kali.

Reaksi yang terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama beberapa hari. Imunisasi ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan yang menderita kejang demam kompleks.

Upaya pencegahan ini sangatlah penting. Agar serangan penyakit difteri tak lagi terulang di masa mendatang, seluruh komponen masyarakat perlu untuk menggiatkan kembali gerakan imunisasi pada setiap generasi yang baru lahir.

Memang, kadang kalangan ibu-ibu merasa enggan ‘repot’ jika bayinya diimunisasi. Bayi itu akan demam ringan selama beberapa hari. Tetapi perlu diingat, dengan sedikit ’berkorban’ merawat anak demam ringan, manfaatnya anak menjadi lebih kebal (imun) terhadap penyakit berbahaya.(*)

Tidak ada komentar: