Rabu, 24 November 2010

Endapan Pasir yang Mahal

NILAI ekonomi endapan pasir di pantai, biasanya kurang begitu tinggi. Jika dijual, endapan pasir -apalagi yang ada di kawasan muara- biasanya kurang laku dijual. Tetapi yang terjadi di Banyuwangi, ada endapan pasir muara pantai yang terbilang mahal harganya.

Tetapi, ini bukan berarti endapan pasir tersebut layak dijual. Sebaliknya, endapan pasir tersebut harus disingkirkan agar kawasan tersebut bisa lebih bermanfaat bagi para nelayan dan warga sekitar. Sayangnya, untuk membuang endapan pasir di muara pantai Boom ini, pemerintah harus membayar mahal. Tidak sedikit dana APBD Provinsi Jawa Timur (Jatim) yang sudah dikucurkan untuk ’membuang’ endapan pasir di muara pantai Boom tersebut. Muara pantai Boom itu setidaknya sudah menguras dana APBD Jatim senilai Rp 58,7 miliar.

Sekadar diketahui, aktivitas pengerukan muara pelabuhan Boom dilakukan mulai tahun 2007 lalu. Waktu itu, Pemprov Jatim sudah menggelontor dana Rp 3,7 Miliar untuk pengerukan muara. Pada tahun 2009, aktivitas pengerukan dilanjutkan kembali dengan anggaran yang lebih besar, yakni Rp 44 miliar. Kali ini, dana tersebut juga dipakai untuk pembangunan break water dan pemasangan sheet pile agar pengerukan muara bisa bertahan lama.

Sedangkan pada tahun 2010 ini, Pemprov Jatim kembali mengucurkan dana Rp 11 miliar. Dana itu digunakan untuk pengerukan muara pelabuhan dan penambahan beton cengkih pencegah sedimentasi.

Melihat fakta tersebut, sudah banyak uang negara yang dihabiskan untuk mengeruk pasir muara pantai Boom. Jika muara sudah lebar dan dalam, arus lalu lintas perahu dan kapal tradisional masuk Pelabuhan Boom menjadi lancar. Jika sudah demikian, tingkat perekonomian serta kehidupan para nelayan setempat diharapkan menjadi lebih baik.

Namun jika kita melihat fakta yang terjadi saat ini, sungguh cukup mengenaskan. Belum genap setahun dilakukan pengerukan terakhir, kondisi muara itu sudah mengkhawatirkan. Endapan pasir kembali terlihat sebagian mulut muara. Jika kondisi ini terus berlangsung, bukan mustahil ’pintu masuk’ perahu menuju Pelabuhan Boom itu akan tertutup lagi.

Jika muara itu benar-benar tertutup nanti, dana besar yang mengucur dari pemerintah untuk mengeruk muara itu tentu sia-sia. Sudahkah sebanding dana yang dikucurkan pemerintah dengan manfaat dari pekerjaan tersebut?

Karena itu, tak ada salahnya dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk memecahkan persoalan tahunan yang dihadapi para nelayan tersebut. Demikian pula sebaliknya. Jika memang hasil kajian ternyata diketahui bahwa kawasan itu tak memungkinkan untuk dikembangkan lagi karena faktor alam, untuk apalagi memaksakan pekerjaan proyek itu dilanjutkan. Ya, sebelum merugi lebih banyak lagi, tak ada salahnya kajian mendalam tentang masalah ini. (*)

Tidak ada komentar: