Selasa, 15 Februari 2011

Menjalankan Proyek dengan Bijak

BUKAN hanya sekali warga Kota Santri meradang gara-gara jalan. Sekitar sebulan lalu, warga Desa Curahkalak, Kecamatan Jangkar turun ke jalan. Mereka mengeluhkan kurangnya perhatian pemerintah terkait sarana jalan yang rusak di kawasan tersebut. Padahal, jalur tersebut merupakan jalan provinsi yang punya makna penting bagi distribusi barang Jawa Timur dan Bali.

Nah, belum reda persoalan tersebut, kali ini gejolak serupa muncul di Desa Curahjeru, Kecamatan Panji. Proyek pengerukan sungai Salsat Kapongan memantik protes warga sekitar kemarin (2/2). Gara-garanya, tanah bekas pengerukan sungai tersebut dibuang di sekitar jalan.

Tumpukan tanah di tepi jalan raya itu meluber sampai badan jalan. Akibatnya, jalanan macet. Bahkan, tidak sedikit pengendara motor yang jatuh karena kondisi jalan licin. Intinya, tanah bekas pengerukan sungai telah mengganggu ketenangan warga.

Sejatinya, pengerukan sungai Salsat tersebut telah dianggarkan cukup besar oleh pemerintah pusat melalui dana APBN. Namun, pelaksanaan proyek tersebut cenderung kurang bijak. Indikasinya, tanah kerukan dari sungai itu dibuang di sekitar jalan.

Akibatnya, tumpukan tanah yang meluber ke badan tersebut dirasakan cukup mengganggu kehidupan masyarakat sekitar. Kondisi jalan menjadi licin, sehingga pengendara sepeda dan motor kerap terpeleset. Artinya, dampak kegiatan proyek tersebut ternyata berpotensi membahayakan keselamatan warga.

Dampak yang kedua, proyek tersebut juga berpotensi membuat sarana umum berupa jalan yang ada menjadi rusak. Padahal, jalan di kawasan tersebut relatif baru. Banyaknya dump truk pengangkut tanah yang melintas, berpotensi membuat jalan tersebut rusak.

Melihat potensi yang muncul sebagai dampak proyek tersebut, sebenarnya membuka peluang bagi masyarakat untuk mengajukan gugatan class action. Warga yang sudah terjatuh dan terpeleset di jalan tersebut, bisa bersama-sama mengajukan gugatan. Terlebih, jika memang nanti terbukti jalan itu rusak karena aktivitas proyek pengerukan sungai tersebut.

Meski begitu, gugatan bukanlah satu-satunya solusi bijak dalam menuntaskan kasus tersebut. Karena bagaimanapun juga, proyek pengerukan sungai itu juga bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat. Jika warga sudah mau mengerti dan lebih arif untuk tidak mengajukan gugatan, alangkah adilnya pula bila pelaksana proyek tersebut juga mengambil langkah bijak.

Yang jelas, proyek sebaiknya dikelola dengan baik dengan cara meminimalisasi dampak yang ditimbulkan. Seluruh stakeholder juga perlu ikut mawas diri, dengan cara menciptakan perencanaan pembangunan yang lebih matang. Jangan sampai membangun jalan baru, kemudian ada proyek lain yang berpotensi merusak jalan baru tersebut. Dengan begitu, kejadian yang merugikan warga seperti itu tak terulang lagi di masa mendatang. (*)

Tidak ada komentar: