Selasa, 23 Maret 2010

Benang Kusut Terminal Peti Kemas

SUDAH dua kali terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Wangi diresmikan untuk melayani ekspor. Yang pertama sudah dilakukan pada era Bupati Samsul Hadi yang menggandeng West Port Klang, Malaysia dan PT Timur Nusantara pada 11 Juni tahun 2003 lalu. Ketika itu, kapal MV Segara Makmur berangkat dari Banyuwangi menuju Jakarta dan West Port Klang, Malaysia.

Peresmian yang kedua dilakukan Wakil Bupati Yusuf Nuris pada 26 Februari 2007 lalu. Ketika itu, KM mentari Sejahtera berangkat dari Tanjung Wangi menuju ke Singapore.

Kali ini, terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi akan diresmikan lagi untuk ketiga kalinya pada tanggal 25 Februari 2010 mendatang. Meski masih ada waktu dua hari lagi, tetapi tidak terlihat persiapan peresmian terminal peti kemas jilid III tersebut hingga kemarin.

Para pejabat di Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi (Disperindagkop) Banyuwangi sudah mengakui, bahwa peresmian terminal peti kemas jilid III tersebut hampir pasti dibatalkan. Alasannya, karena tidak ada kesiapan dari pihak pelayaran dan tidak ada eksporter yang akan mengirimkan barangnya lewat pelabuhan tersebut.

Padahal, pelabuhan Tanjung Wangi sebenarnya sangat potensial berkembang menjadi terminal peti kemas yang besar dan maju. Ini tidak lepas dari banyaknya perusahaan berorientasi ekspor di Banyuwangi. Untuk di Banyuwangi saja, jumlah eksporter yang ada sudah mencapai 35 perusahaan. Belum lagi perusahaan produsen barang ekspor lainnya di Situbondo, Bondowoso dan Jember.

Tentu saja, ini merupakan pasar yang potensial untuk meramaikan lalu lintas terminal peti kemas Tanjung Wangi. Selain itu, kondisi geografis pelabuhan Tanjung Wangi sangat mendukung. Dermaga pelabuhan tersebut dinyatakan bebas dari pendangkalan akibat sedimentasi. Belum lagi bermacam keunggulan lainnya yang dimiliki pelabuhan tersebut.

Tetapi faktanya, terminal peti kemas di pelabuhan tersebut tetap sulit berkembang. Jangankan untuk besar dan maju, untuk beroperasi mengekspor peti kemas secara kontinyu saja, sepertinya masih susah diwujudkan.

Memang, untuk menciptakan sebuah terminal sejatinya butuh hubungan mutualisme antara operator dan eksporter. Kalangan operator kapal butuh pengguna jasa yakni eksporter. Sebaliknya, eksporter butuh kepastian dan rutinitas jadwal keberangkatan kapal. Akhirnya, wacana peti kemas itu seolah menjadi benang kusut, yang mirip tebak-tebakan siapa yang lebih dulu ada, antara telur dengan ayam.

Kapal tak akan berangkat, kalau tidak ada muatan. Sebaliknya, eksporter tak mau spekulasi dengan melakukan pengiriman barang, jika jadwal keberangkatan kapal tidak rutin dengan rute yang jelas pula. Inilah, jika tidak ada yang saling berkorban, cita-cita untuk membesarkan pelabuhan Tanjung Wangi itu seperti sulit terwujud. Adakah yang punya jalan tengahnya? (*)

Tidak ada komentar: