Rabu, 11 Agustus 2010

Perlunya Filter untuk TKI

NASIB Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tak selamanya untung. Memang banyak TKI yang sukses dan berhasil meraup uang berlimpah dari hasil bekerja di negeri asing. Kesuksesan mereka biasanya cukup jadi gunjingan warga sekampungnya.
Sebaliknya, banyak juga TKI yang bernasib buruk. Berbagai macam penderitaan para TKI di luar negeri pun sering diberitakan media massa. Yang jelas, kabar tentang penderitaan TKI seolah tak ada habisnya.
Di Banyuwangi saja, sudah tak terhitung berapa banyak TKI yang jadi korban. Ada yang pulang tinggal nama, ada juga yang pulang membawa penderitaan seumur hidup. Bahkan, penderitaan sudah dirasakan warga saat akan menjadi calon TKI.

Seperti yang dialami tiga calon TKI asal Banyuwangi. Ketiga CTKW kurang beruntung itu adalah Komiati, 36, Enis, 45 dan Mariyam, 27, semuanya warga Kecamatan Bangorejo. Mereka kabur dari lokasi penampungan di Kecamatan Tempeh, Kabupaten Lumajang. Mereka mengaku trauma atas perlakuan bos sebuah PJTKI berinisial AP.

Saat kabur pada hari Rabu lalu (30/6), mereka berbarengan dengan 31 CTKW lain yang sama-sama berada di penampungan milik bos PJTKI tersebut. Sudah hampir empat bulan mereka berada di penampungan, tapi belum ada tanda-tanda hendak diberangkatkan.

Selama tinggal di penampungan, mereka tidak mendapat pelayanan semestinya. Bahkan, mereka sering makan nasi yang sudah basi.

Sialnya, mereka diancam jika dalam waktu tujuh hari tidak kembali lagi ke penampungan, maka akan diproses hukum. Mereka juga dipaksa mengembalikan uang Rp 13 juta jika menolak kembali ke penampungan.

Terlepas dari berita kaburnya tiga calon TKI itu, patutlah kita semua ikut memikirkan nasib para pahlawan devisa itu. Berbagai kisah pilu yang dialami TKI maupun calon TKI, ternyata tidak menyurutkan jumlah peminat untuk jadi TKI. Setiap tahun, jumlah TKI tak menjadi berkurang. Justru sebaliknya, jumlah TKI justru semakin meningkat setiap tahun.

Salah satu penyebabnya adalah karena persoalan minimnya lapangan kerja yang ada di dalam negeri. Dengan gaji lebih besar, seorang TKI merasa jaminan hidup yang diperolehnya lebih baik dibandingkan dengan kehidupannya di Indonesia.
Kesulitan lapangan pekerjaan memang menjadi salah satu sumber dari hengkangnya mereka dari Indonesia. Belum termasuk mereka yang miskin dan hidup di bawah standar.

Pemerintah boleh dibilang kurang berhasil membuka pintu pekerjaan di dalam negeri. Akibatnya, tawaran bekerja di luar negeri jadi iming-iming menggiurkan.

Yang membuat miris, banyak kasus calon TKI yang tertipu oleh pihak pengerah tenaga kerja yang tak bertanggung jawab. Karena itu, pemerintah harus melakukan sesuatu. Pemerintah harus membenahi sistem perekrutan TKI. Pemerintah harus selektif dalam mengirim TKI ke luar negeri. Upaya selektif ini bisa dilakukan sejak di level kabupaten. Dengan filter yang ketat, paling tidak ‘produk’ TKI yang akan dikirim ke luar negeri itu benar-benar tenaga kerja yang terampil, sehat, kuat, dan teruji.(*)

Tidak ada komentar: