Rabu, 11 Agustus 2010

Miras Oplosan Musuh Bersama

NYAWA generasi penerus kita terus bergelimpangan. Mereka jatuh bersimbah darah, bukan karena berjuang mengabdikan diri demi kemajuan bangsa dan negara. Ironisnya, pemuda yang tewas itu akibat overdosis (OD) minuman keras yang dioplos dengan pil dextro dan mushroom (jamur feces sapi).

Seperti yang dialami Hadi Susilo alias Monyo, 20, warga Dusun Tegalsari, Desa Purwoasri; dan Galuh, 20, warga Desa Purwoagung, Kecamatan Tegaldlimo. Keduanya diduga over dosis miras oplosan.

Informasinya, pesta miras campur pil dextro itu dilakukan di sebuah rumah di Dusun Tegalsari, Desa Purwoasri. Sebanyak empat pemuda berpesta miras merek Topi Miring (TM) selama dua hari. Keempat pemuda itu hampir seharian pesta miras. Sampai akhirnya, tiba-tiba Monyo dan Galuh meraung kesakitan. Meski sudah dibawa ke balai kesehatan di Desa Tegaldlimo, nyawa mereka akhirnya tak dapat diselamatkan.

Memang, miras jika dicampur dengan dextro akan membahayakan keselamatan. Apalagi jika dikonsumsi melebihi dosis. Jika kita lihat lebih dalam, pil dextro sejatinya bukan termasuk obat-obatan berbahaya. Pemerintah sepertinya menggarisbawahi dengan hal itu. Sebab, pemerintah masih memperbolehkan beberapa jenis obat batuk dijual secara bebas.

Namun belakangan, sudah banyak pemuda yang meninggal dunia karena diduga mengonsumsi dextro melebihi ambang batas. Selain itu, ada juga yang mengonsumsi obat tersebut dengan campuran yang tidak lazim seperti miras berkadar alkohol tinggi.

Tentu saja, ini sudah melenceng dari kegunaan sebenarnya. Obat yang semestinya digunakan untuk menyembuhkan, justru disalahgunakan untuk merusak diri sendiri. Ternyata, bahaya yang ditimbulkan ternyata bukan berasal dari obat itu sendiri. Tetapi, faktor manusia sendiri yang menyalahgunakan obat tersebut untuk sesuatu yang bisa membahayakan keselamatan.

Maraknya penyalahgunaan obat, tentu saja tidak bisa ditangani aparat kepolisian sendiri. Seluruh komponen masyarakat harus bahu membahu ikut mendukung upaya pemberantasan penyalahgunaan obat tersebut.

Selain itu, keluarga dan lingkungan bisa menjadi motor terdepan dalam pencegahan penyalahgunaan obat. Lingkungan masyarakat dan lingkup keluarga itu ibarat alat pendeteksi dini terjadinya penyalahgunaan obat. Melalui pendekatan kekeluargaan, serta menciptakan situasi yang kehidupan yang harmonis dalam keluarga, akan mencegah timbulnya problem pada masing-masing individu. Dengan begitu, setidaknya tindakan yang memicu penyalahgunaan obat akan bisa berkurang. (*)

Tidak ada komentar: