Selasa, 01 Juni 2010

Gunung Es Pengidap HIV-AIDS

MEMBACA berita tentang perkembangan jumlah penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), sungguh terasa miris. Dari tahun ke tahun, penderita penyakit yang belum ditemukan obatnya itu kian meningkat.

Seperti yang terjadi di Bumi Blambangan akhir-akhir ini. Setiap bulan, selalu ada saja peningkatan jumlah pengidap HIV-AIDS. Hingga akhir Februari 2010 lalu, tercatat ada 583 kasus HIV AIDS di Banyuwangi.

Dari hasil catatan pihak terkait, penularan virus ini memang masih didominasi oleh kegiatan seksual. Mayoritas pengidap HIV di Banyuwangi masih didominasi oleh pekerja seks, yakni sekitar 23 persen. Sedangkan kalangan pengguna narkoba melalui jarum suntik sebanyak 18 persen. Untuk kalangan pelanggan WTS sebanyak 16 persen. Sisanya adalah penularan dengan faktor lain-lain.

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Banyuwangi punya dua prediksi terkait peningkatan jumlah pengidap penyakit tersebut. Kemungkinan pertama, data peningkatan jumlah penderita HIV-AIDS itu memang benar-benar meningkat. Peluang ini memang sangat memungkinkan terjadi dalam kondisi kehidupan riil di masyarakat.

Tetapi, ada juga tengara kedua alias second opinion yang tak kalah masuk akal. Ada kemungkinan, bahwa sebenarnya penderita HIV-AIDS secara riil di masyarakat itu jauh lebih besar dari data yang tercatat di KPA Banyuwangi. Fenomena adanya peningkatan data jumlah penderita itu muncul, salah satunya diakibatkan oleh semakin banyak warga yang secara suka rela memeriksakan diri. Mereka dengan kesadaran tinggi datang untuk menjalani tes darah atau tes Voluntary Counseling and Testing (VCT).

Hal ini bisa dilihat dari peningkatan jumlah kunjungan masyarakat di unit klinik VCT yang ada di Banyuwangi. Nah, kalau seandainya seluruh penduduk Banyuwangi menjalani tes VCT, akan ketahuan berapa sebenarnya warga yang sudah terinfeksi. Artinya, kondisi pengidap HIV-AIDS yang terlihat saat ini, ibaratnya puncak gunung es di atas samudera. Kondisi yang sebenarnya ibaratnya badan gunung es yang tak terlihat di dalam lautan. Karena itu, sudah selayaknya kita semua ikut peduli dan ikut berupaya melakukan pencegah penyebaran penyakit dimulai dari perilaku diri kita sendiri. (*)

Tidak ada komentar: