Selasa, 01 Juni 2010

Fenomena Siswa Drop Out

MELIHAT pelaksanaan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) di Banyuwangi, kita bisa berbangga. Pada hari pertama pelaksanaan ujian tersebut kemarin (4/5), ternyata tingkat kehadiran peserta sangat tinggi.

Siswa yang absen pada hari pertama tercatat hanya 82 orang. Jika dibandingkan dengan total peserta UASBN di seluruh penjuru Bumi Blambangan (25.794 orang), mereka yang absen ternyata hanya sekitar 0,31 persen.

Angka ini relatif kecil, tidak sampai menyentuh level satu persen. Bahkan, angka siswa yang absen itu juga tak sampai pada setengah persen sekalipun. Terlebih, dua orang siswa yang absen ternyata termasuk kategori berhalangan tetap. Dua siswa ternyata sudah meninggal dunia sebelum pelaksanaan UASBN.

Sedangkan yang berhalangan sementara yakni karena sakit, izin atau alpa, jumlahnya cukup mendominasi yakni 70 orang. Meski begitu, ini masih cukup menggembirakan karena mereka masih punya peluang untuk mengikuti UASBN susulan.

Memang, siswa yang absen dalam UASBN itu tak begitu jadi sorotan. Ini berbeda dengan pelaksanaan Ujian Nasional (Unas) untuk siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Unas SLTA dan SLTP sangat menentukan kelulusan. Sedangkan kelulusan siswa SD/MI tak sepenuhnya bergantung pada nilai UASBN. Masih banyak faktor lain yang jadi otoritas pihak sekolah masing-masing, dalam menentukan siswa lulus.

Karena itu, jika kita sekali lagi melihat kecilnya angka ketidakhadiran siswa peserta UASBN tahun ini, itu sudah cukup melegakan. Karena hal ini bisa jadi salah satu indikator, bahwa pentingnya pendidikan dasar itu sudah demikian disadari seluruh lapisan masyarakat di Bumi Blambangan.

Meski begitu, masih ada sedikit yang mengganjal dalam data absensi siswa peserta UASBN pada hari pertama kemarin. Data Dispendikpora menunjukkan bahwa ada sepuluh siswa absen ujian karena ternyata mereka sudah putus sekolah alias drop uot (DO).

Meski persentasenya sangat-sangat -dan sekali lagi- sangatlah kecil, tetapi fenomena siswa putus sekolah ini layak jadi kajian. Karena di zaman serba-online saat ini, ternyata masih ada segelintir anak bangsa yang DO di level pendidikan dasar. Padahal, pondasi kemajuan bangsa ini disokong oleh majunya dunia pendidikan, terutama level basic education. Inilah yang jadi pekerjaan rumah kita bersama. Dengan adanya kajian khusus yang melibatkan semua komponen, semoga persoalan anak putus sekolah ini bisa segera teratasi.(*)

Tidak ada komentar: