Senin, 02 November 2009

Untung Rugi Mudik Naik Mobdin

Pemkab Banyuwangi mengizinkan pejabat menggunakan mobdin untuk mudik Lebaran. Alasannya, demi memberi kelonggaran pegawai yang pulang kampung, agar lebih nyaman dan kinerjanya tidak terhambat.

Kabag Humas Pemkab, Arief Setyawan beralasan, daripada pegawai naik angkutan umum berjubel, pulangnya bisa terlambat. Karena itu, pegawai diberi izin untuk menggunakan mobdin untuk mudik Lebaran.

Memang, selama ini belum ada aturan yang melarang penggunaan mobdin untuk mudik Lebaran. Karena itu, penggunaan mobdin untuk mudik lebaran disikapi berbeda di beberapa daerah di Indonesia. Ada yang membolehkan, ada juga kepala daerah yang melarang pegawai memakai mobdin untuk mudik Lebaran.

Yang paling lantang melarang penggunaan mobdin untuk mudik adalah Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Awang Faroek. Awang melarang para pejabat menggunakan mobdin untuk kepentingan di luar kedinasan, termasuk kegiatan mudik Lebaran atau berlibur.

Menurut Awang, mobdin diberikan kepada pejabat itu untuk membantu kelancaran tugas kedinasannya. Selebihnya atau yang bukan tugas dinas, mobdin tak dibenarkan untuk digunakan. Apalagi keperluan pribadi termasuk mudik dan liburan selama Lebaran.

Sebaliknya, Pemkot dan Pemkab Probolinggo merestui jika mobdin dipakai PNS untuk acara mudik Lebaran. Yang menarik, masyarakat sering menyaksikan, banyak mobdin yang mulai berganti warna plat. Yang awalnya plat merah berganti warna menjadi plat hitam. Dan untuk mengaburkan penggantian warna tersebut, plat mobil itu ditutup dengan plastik mika warna biru tua.

Terlepas dari pro-kontra yang terjadi di berbagai daerah itu, ada baiknya kita menghitung lagi untung rugi menggunakan mobdin untuk mudik Lebaran. Sekilas, memakai mobdin untuk Lebaran memang terkesan enak. Tetapi ternyata, risiko yang harus ditanggung juga sangat besar. Risiko pertama yang dihadapi adalah kerusakan kendaraan, lantaran menempuh perjalanan jarak jauh. Jika mobdin mengalami kerusakan, tentu pegawai yang membawa mobil itu berkewajiban memperbaikinya.

Selain itu, arus lalu-lintas selama mudik lebaran sampai arus balik lebaran sangat padat. Kondisi ini memperbesar peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas. Nah, risiko kedua adalah ketika mobdin terlibat kecelakaan. Jika hal ini terjadi, pengguna harus memperbaiki mobdin tersebut sampai pulih seperti sedia kala.

Risiko ketiga adalah, jika kendaraan dinas itu hilang, maka mobdin itu harus diganti. Ini mungkin risiko yang paling berat. Karena ada pemerintah daerah di Jatim yang memberlakukan sanksi tegas bagi pegawai yang menghilangkan mobdin. Contohnya, jika mobdin hilang dalam perjalanan pribadi itu adalah kendaraan keluaran tahun 2000-an, dia harus mengganti dengan mobil keluaran terbaru tahun 2009.

Nah, ternyata banyak juga risiko yang ditanggung jika menggunakan mobdin untuk mudik lebaran. Namun pada akhirnya, keputusan akan berpulang diri kita masing-masing. Karena itu, sungguh bijak jika kita berhitung kembali sebelum mengambil keputusan. Mana yang lebih banyak, mudlarat-nya atau manfaatnya? (*)

Tidak ada komentar: