Senin, 02 November 2009

Sumpah yang Membawa Kedamaian

KASUS-KASUS yang menyentuh dunia supranatural kembali mengemuka di Bumi Blambangan. Yang terakhir, terkait berita heboh pelaksanaan sumpah pocong masal di Dusun Gragajan Pantai, Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi.

Secara bergantian, enam orang warga melakukan sumpah pocong di musala setempat. Sumpah pocong dilaksanakan tiga kali. Setiap kali penyumpahan, ada dua orang yang menyatakan sumpahnya di hadapan warga, ulama, polisi dan tentara yang hadir.

Kejadian ini sebenarnya bermula dari Paiman, 55, yang merasa tidak terima dituding sebagai tukang santet. Dia dan istrinya, Suwanah, 45, bersumpah tak punya ilmu hitam tersebut (23/10). Mereka juga bersumpah tidak menyantet tetangganya yang bernama Miswati, 50.

Akhirnya, sumpah pocong juga dijalani Miswati dan suaminya, Suyud, 65. Keduanya juga bersumpah bahwa mereka tidak pernah menuduh Paiman dan istrinya memiliki ilmu santet. Mereka juga bersumpah tidak pernah menuduh Paiman dan istrinya mengirim ilmu santet pada Miswati.

Ternyata itu belum cukup. Masih ada dua warga lainnya yang menjalani sumpah pocong di lokasi yang sama. Mereka adalah Supriyanto dan Sumiyati, dua tetangga yang sempat dicurigai sebagai penyebar kasak-kusuk ilmu santet tersebut. Dalam sumpah pocong tersebut, mereka berjanji tidak akan mengungkit-ungkit lagi masalah santet.

Kejadian ini memang terasa cukup unik. Bukan hanya karena masyarakat setempat menganggap sumpah pocong sebagai kegiatan yang cukup sakral. Tetapi, kejadian itu juga menarik karena ada tiga kubu yang berbeda yang menjalani sumpah pocong itu. Semuanya rela melakukan kegiatan sumpah yang dianggap sakral tersebut, demi menciptakan kedamaian dan ketenteraman di kampung itu.

Kalau kita kaji lebih dalam, sumpah pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan dilengkapi dengan saksi serta dilakukan di rumah ibadah (masjid/musala). Di dalam hukum Islam, sebenarnya tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan layaknya jenazah seperti itu. Sumpah dengan tata cara seperti ini, merupakan tradisi lokal yang masih kental menerapkan norma-norma adat. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan suatu tuduhan, atau kasus-kasus yang minim bukti.

Agar memperoleh kebenaran yang hakiki, karena keputusan berdasarkan semata-mata pada bunyi sumpah, maka sumpah itu dikaitkan dengan sumpah pocong. Sumpah pocong dilakukan untuk memberikan dorongan psikologis pada pengucap sumpah untuk tidak berdusta. Untuk kasus di Grajagan, dengan selesainya pengucapan sumpah tersebut, masing-masing pihak akan merasa lega. Lega karena sudah tak lagi dituding punya ilmu santet. Lega karena sudah tak lagi dituding menyebarkan isu santet. Dan terakhir, masyarakat ikut lega karena kampungnya bebas dari isu-isu yang menyesatkan. (*)

Tidak ada komentar: