Rabu, 29 Juli 2009

Daya Tarik Plengkung dan Kontribusi Daerah

PANTAI Plengkung atau yang populer disebut G-Land memang cukup eksotik. Kondisi alamnya masih alami dan ombaknya termasuk salah satu yang tertinggi di dunia.

Tidak mengherankan, jika pantai yang berada di dalam hutan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) itu digandrungi wisatawan asing. Terutama, para penggila surfing (selancar) dari seluruh belahan bumi. Pantai yang masuk wilayah Desa Kalipahit, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi itu memang surganya surfer (peselancar) kelas dunia.

Teror bom yang terjadi di Jakarta, terbukti tidak mengusik ketenangan G-Land. Wisatawan asing tetap berkunjung ke pantai tersebut. Padahal, untuk menuju pantai tersebut, turis mancanegara itu harus melalui perjalanan yang cukup melelahkan.

Ada tiga jalur untuk menuju ke tempat ini. Yang pertama adalah jalur lewat laut dari Kuta, Bali langsung menuju pantai Plengkung. Jalur kedua adalah perjalanan laut selama 25 menit dari pantai Gragajan di Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi menuju pantai Plengkung. Yang terakhir adalah jalur darat sepanjangt 40 kilometer dari Kecamatan Tegaldlimo menuju pantai Plengkung. Namun, perjalanan darat ini butuh waktu empat jam melalui jalan yang rusak dan tidak layak.

Karena Plengkung masuk kawasan Taman Nasional, siapa saja dilarang mendirikan bangunan permanen demi menjaga ekosistem. Turis asing yang menginap di sana, bisa bermalam di empat hotel yang berupa camp. Hotel tersebut adalah Bobby’s Surf Camp, PT Wana Wisata Camp, G-Land Surf Camp, dan Tiger Surf Camp.

Para pelancong asing itu ramai datang setiap musim ombak tinggi yang terjadi antara April hingga November. Mereka datang silih berganti hampir setiap hari akhir-akhir ini. Meski ramai didatangi turis asing, pesona Plengkung ternyata tidak banyak memberikan pemasukan untuk daerah.

Pengelola Taman Nasional Alas Purwo hanya mengais pendapatan melalui retribusi (karcis masuk) pengunjung. Tentu saja, nominalnya tidak seberapa besar. Apalagi, jika turis masuk melalui jalan laut, mereka tidak bisa terpantau di loket karcis TNAP. Sementara itu, izin pengelolaan wisata di Pantai Plengkung tersebut, ternyata dikeluarkan langsung oleh Kementerian Kehutanan RI.

Sementara itu, belum jelas apa saja bentuk kontribusi pengelolaan wisata di Plengkung bagi daerah Banyuwangi. Sebab selama ini, Pemkab belum pernah merilis pada publik, berapa sebenarnya kontribusi pengelolaan wisata Plengkung untuk daerah ini. Apakah bentuknya berupa retribusi restoran, retribusi hotel, retribusi pengelolaan air dan lain sebagainya. Belum jelas pula, berapa besar dampak ekonomi yang sudah dirasakan langsung masyarakat Bumi Blambangan, dengan ramainya turis di Plengkung. Karena faktanya, masih banyak warga sekitar hutan tersebut yang kondisi ekonominya kurang mapan. Masih banyak jalan yang rusak berat di wilayah tersebut.

Kalau memang seandainya kontribusinya pada masyarakat dan daerah sangat minim, akan sangat naif jika pemkab merasa bangga dengan melonjaknya data kunjungan turis di Plengkung. Karena membangun bidang pariwisata itu tidak sekadar bertujuan untuk menaikkan data grafis kunjungan wisatawan. Tujuan inti membangun wisata daerah itu, tentu saja untuk kesejahteraan rakyat daerah itu sendiri. Ini yang patut kita renungkan bersama. Sudahkah semua upaya untuk mencapai tujuan itu dilakukan? (*)

Tidak ada komentar: