Senin, 26 Januari 2009

Kekumuhan Abadi di Jantung Kota Banyuwangi

PEDAGANG Pasar Banyuwangi mogok membayar retribusi sejak sepekan lalu. Mereka mogok lantaran kecewa dengan Dinas Pengelolaan Pasar Banyuwangi.
Dinas Pasar dinilai gagal menertibkan maraknya pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di badan jalan Diponegoro, Jalan Veteran dan Jalan Satsuit Tubun. Padahal, Dinas Pasar sudah berjanji untuk membersihkan PKL yang berjualan di badan jalan sekitar Pasar Banyuwangi itu.
Ekpresi kecewa yang dilakukan pedagang Pasar Banyuwangi itu memang cukup beralasan. Mereka tidak pernah merasakan keadilan. Pedagang di dalam pasar selalu dipungut retribusi setiap hari. Mereka ikut menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Artinya, mereka ikut andil dalam pembangunan di Bumi Blambangan.
Tetapi apa yang mereka dapatkan? Ternyata pemkab membiarkan maraknya PKL berjualan di badan jalan sekitar pasar. Akibatnya, pembeli menjadi tak mau masuk dalam pasar. Transaksi jual beli pun lebih ramai terjadi di tepi jalan.
Akhirnya, para pedagang di dalam Pasar Banyuwangi banyak yang gulung tikar. Selama ini, sudah banyak los pedagang dalam pasar yang tutup karena sepi pembeli. Sepanjang tahun 2008 saja, jumlah bedak dalam pasar yang tutup berjumlah puluhan unit.
Betapa meruginya pemkab kalau membiarkan PKL marak di badan jalan. Sebab, PKL tersebut tidak memberi sumbangsih apa pun dalam pembangunan. Kepala Dinas Pengelolan Pasar Banyuwangi, Abdul Rachman mengakui, Bupati Banyuwangi tidak mewajibkan PKL di jalan tersebut membayar retribusi sejak akhir tahun 2007.
Dilihat dari azas keadilan, pemkab sangat men-dzalimi pedagang dalam pasar. Pedagang selalu dipungut retribusi, sedangkan PKL tidak. Pedagang dalam pasar selalu dijadikan sapi perahan, tetapi tidak pernah difasilitasi kesulitannya.
Bukan itu saja kerugian pemkab yang membiarkan maraknya PKL di badan jalan. Pemandangan kota menjadi kumuh. Apalagi, mereka beroperasi di jantung kota Banyuwangi. Ini akan memberikan kesan kurang menyenangkan bagi para pendatang yang baru mengunjungi Kota Gandrung.
Sedangkan bagi warga yang sudah lama paham tentang Banyuwangi, masalah PKL itu akan membuat mereka merasa skeptis dengan pembangunan di daerah ini. Sejak puluhan tahun lalu, wajah Kota Gandrung ini seolah tak pernah berubah. Pasar Besar Banyuwangi yang seharusnya jadi ikon perwajahan dan tata kota, ternyata tidak pernah berubah. Wajahnya selalu kusam dan kusut oleh kekumuhan yang dipicu oleh maraknya PKL di badan jalan.
Bermacam jalan keluar sudah pernah diracik dan dijadikan formula untuk mengatasi maraknya PKL di badan jalan tersebut. Mulai langkah persuasif, tindakan represif aparat penegak Perda. Bahkan, kini sedang didengungkan tentang relokasi ratusan PKL tersebut di lahan selatan Pegadaian. Apakah ini akan jadi obat manjur membersihkan badan jalan tersebut? Kita tunggu saja. (*)

Tidak ada komentar: