Senin, 26 Januari 2009

Standar Kejujuran Kelulusan

MENTERI Pendidikan Nasional (Mendiknas) kembali mengeluarkan peraturan baru yakni Permendiknas nomor 77 tahun 2008. Peraturan itu mengatur tentang Standar Nilai Kelulusan (SNK) siswa SMP dan SMA. Ada ujian nasional (Unas) tahun lalu, SNK ditetapkan hanya 5,25 , kini SNK naik menjadi 5,5.
Artinya, peserta Unas harus meraih nilai rata-rata minimal 5,5 untuk lulus ujian. Jika nilai rata-ratanya kurang dari SNK, mereka otomatis dinyatakan tidak lulus.
Kalau kita melirik ke belakang, pemerintah selalu menaikkan SNK dari tahun ke tahun. Namun dengan penetapan SNK 5,5 ini, kita semua patut berharap agar pemerintah tidak lagi menaikkan standar nilai kelulusan tersebut di tahun-tahun mendatang.
Angka 5,5 termasuk nilai yang ideal untuk standar kelulusan. Ketika siswa meraih nilai rata-rata 5,5 itu berarti dia minimal sudah mengusai lebih dari separo mata pelajaran yang diberikan. Gambaran yang lebih gampang, siswa sudah memenangi perang melawan soal ujian dengan perolehan lebih dari 55 persen. Dengan begitu, secara matematis dia layak dinyatakan lulus.
Meski begitu, masih ada beberapa pihak yang pesimistis dengan penetapan SNK 5,5 tersebut. Banyak kalangan yang waswas, dengan tingginya standar kelulusan yang ditetapkan, akan berdampak pada meningkatnya siswa yang tidak lulus.
Tetapi kita patut bercermin pada pengalaman tahun lalu. Ketika itu, pemerintah menaikkan SNK menjadi 5,25 tahun lalu. Banyak pengelola sekolah yang pesimistis. Bahkan, Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi juga sempat pesimistis. Apakah bisa meluluskan siswanya dengan persentase yang bagus dan tidak.
Namun fakta justru berbica lain. Ternyata, tingkat kelulusan siswa tahun lalu tetap tinggi. Bahkan, SMAN Genteng mampu meraih peringkat pertama tingkat provinsi Jawa Timur.
Ternyata, penetapan standar nilai kelulusan yang tinggi itu direspon dengan baik oleh sekolah dan siswa. Mereka melakukan persiapan yang matang untuk menghadapi Unas. Bahkan beberapa bulan sebelum ujian digelar, mereka sering berlatih menggarap soal pada jam pelajaran tambahan. Akhirnya, kekhawatiran jebloknya hasil ujian tak lagi menjadi masalah.
Dengan demikian, standar nilai kelulusan secara umum tak jadi problem. Namun masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan standarnya dalam menghadapi Unas. Misalnya standar kejujuran mengerjakan ujian, standar kejujuran sekolah mengantar siswanya menggarap Unas secara fair, standar kejujuran guru yang merelakan muridnya menggarap ujian secara mandiri, tanpa memberi bantuan, contekan apalagi praktik perjokian. Memang, standar kejujuran seperti itu tidak bisa ditulis dengan angka. Standar kejujuran hanya bisa dirasakan oleh semua pihak yang terkait dalam melaksanakan Unas. Hati nurani merekalah yang bisa merasakan naik atau tidaknya standar kejujuran melaksanakan Unas. (*)

Tidak ada komentar: