Senin, 26 Januari 2009

Perampok Teriak Rampok

KALAU seandainya perampok itu punya kode etik, pasti mereka tidak akan menggarong duit sembarangan. Mereka tentu akan pilih-pilih mangsa atau pasien.
Misalnya, duit anak yatim tak akan disentuh. Duit sumbangan untuk pembangunan tempat ibadah juga tak bakal diganggu. Terlebih, mereka tidak akan menyenggol duit untuk kepentingan warga miskin, apalagi yang menjadi kepentingan rakyat banyak.
Jangan heran, banyak warga yang mengelus dada ketika mendengar berita perampok menyikat duit program Jaringan Pengaman Ekonomi Sosial (JPES) sebesar Rp 45 juta di Kecamatan Cluring. Sebab, duit tersebut akan digunakan untuk pembangunan di Desa Tamanagung, Kecamatan Cluring, Banyuwangi. Duit itu akan dirasakan oleh para keluarga miskin (gakin) di daerah tersebut. Mereka akan diberdayakan untuk proyek pembangunan di daerah itu.
Kisah ini berawal saat dua pengurus kelompok Gakin Desa Tamanagung, Bagus dan Asrofi bertugas mengambil uang JPES di Bank Jatim unit Genteng. Usai mengambil uang, mereka pulang mengendarai motor matic. Uang sebesar Rp 45 juta tersebut disimpan di bawah jok bawah motor itu.
Dalam perjalanan pulang, mereka mengaku dicegat empat perampok yang menunggang dua motor Yamaha RX-King. Dua orang turun dan menodongkan belati.Bagus dan Asrofi mengaku pasrah dan menyerahkan semua uang JPES itu.
Namun setelah kasus itu didalami, polisi menemukan banyak kejanggalan dalam laporan perampokan itu. Keterangan dua saksi pelapor itu banyak yang tidak sinkron. Apalagi setelah digelar reka ulang di lokasi kejadian. Akhirnya polisi menetapkan status Bagus dan Asrofi sebagai tersangka. Keduanya diduga melakukan laporan palsu tentang aksi perampokan.
Memang, keberadaan uang JPES senilai Rp 45 juta itu masih belum jelas. Apakah uang itu benar-benar hilang dicuri? Atau uang itu memang tidak dicuri perampok? Semua kemungkinan masih sedang ditelusuri kebenarannya oleh aparat kepolisian.
Kalau memang laporan perampokan itu palsu, kalangan perampok layak tersinggung. Sebab, perampok telah dijadikan kambing hitam. Apalagi, duit yang disikat itu adalah uang untuk proyek pembangunan desa, dengan memberdayakan keluarga miskin. Kalau sudah begini, siapa yang lebih layak disebut perampok? Siapa yang lebih keji? Merampok orang kaya demi memperkaya diri sendiri yang miskin, atau merampok jatah orang miskin dengan mengkambinghitamkan para perampok? (*)

Tidak ada komentar: