Senin, 15 Desember 2008

Mahalnya Rasa Malu

RASA malu itu memang mahal. Banyak orang sudah meraskannya. Demi menutupi rasa malu, seseorang harus rela berkorban banyak. Bisa korban uang, harta benda bahkan kalau perlu jabatan, pekerjaan dan keluarga.
Harga mahal juga harus ditebus oleh Sudiyono. Oknum guru sebuah SMA Negeri di Kota Gandrung itu terpaksa jadi bulan-bulanan, setelah video syur hubungan intim dengan mantan muridnya beredar luas di masyarakat. Warga Banyuwangi bisa menlihat adegan ranjang yang diduga berlangsung di Bali itu melalui layar telepon seluler (ponsel).
Begitu video itu beredar luas, bisa dibayangkan betapa berat beban menanggung rasa malu yang dirasakan Sudiyono. Tak hanya dirinya sebagai oknum pengajar yang merasa tertampar, karena privasi yang dilindunginya, ternyata bisa dilihat banyak orang.
Rasa lebih pedih dan menyakitkan, tentu dirasakan oleh keluarga dan kerabat oknum guru tersebut. Sakali lagi, begitu video syur itu beredar, Sudiyono dan keluarganya seolah sudah merasakan hukuman yang luar biasa beratnya. Ini merupakan ujian yang sangat dan teramat sulit.
Belum tuntas hukuman secara psikologis akibat rasa malu itu, Sudiyono harus berhadapan dengan masalah hukum. Polisi menahannya karena diduga mencabuli mantan muridnya. Memang, setelah video syur itu beredar, seorang korban lapor polisi. Akhirnya, oknum guru itu dijerat pasal Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA). Penyidik juga menjerat dengan pasal berlapis, yakni subsidair pasal 293 KUHP tentang pencabulan.
Setelah kasus itu menggelinding ke meja hijau, dakwaan primair UUPA nomor 22 tahun 2003 tidak terbukti. Sebab korban yang berinisial DT itu ternyata sudah berusia lebih 18 tahun, saat menjalin hubungan intim dengan oknum guru tersebut.
Meski begitu, jaksa menuntut Sudiyono 18 bulan penjara sesuai dakwaan subsidair pasal 293 KUHP tentang perbuatan cabul. Sidang memang belum berakhir. Palu vonis majelis hakim masih belum diketok. Memang masih ada tahap pleidoi, dan seterusnya. Yang jelas, majelis hakim nantinya pasti akan menjatuhkan vonis. Vonis yang dijatuhkan itu, bisa lebih berat atau bahkan bisa juga lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Semua pihak masih menunggu tiba saatnya jatuhnya putusan tersebut. Tentu saja, Sudiyono juga ikut menunggu keputusan penting itu. Hukuman secara psikis sudah dirasakannya, menanggung rasa malu yang begitu mahal harganya. Kini, hukuman fisik yakni hukuman penjara juga sedang menunggu putusan hakim. Kalau sudah begitu, lengkap sudah penderitaan bapak guru yang satu ini.
Setumpuk hukuman fisik dan psikis itu memang diharap jadi berkah bagi Sudiyono. Dengan kejadian ini, diharapkan ada hikmahnya. Agar dia merenung dan insyaf dengan tobat yang sebenar-benarnya. Termasuk, kasus ini bisa jadi bahan renungan semua guru, semua murid, semua praktisi dunia pendidikan, serta semua warga Bumi Blambangan. Kalau memang tidak mau tobat, satu lagi hukuman yang jauh lebih berat siap menanti. Yakni hukuman di alam akhirat nanti. (*)

Tidak ada komentar: