Senin, 15 Desember 2008

100 Meter dari Pantai

Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) sudah mengucurkan anggaran Rp 800 juta di kawasan Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi. Dinas Pehubungan Jatim sudah membangun jembatan yang menghubungkan pelabuhan ASDP Ketapang dan Pelabuhan Landing Craft Machine (LCM) Ketapang.
Pelabuhan ASDP Ketapang banyak digunakan untuk jasa penyeberangan orang, sepeda motor, mobil dan bus menuju Bali. Sedangkan pelabuhan LCM Ketapang, berfungsi untuk penyeberangan khusus angkutan barang. Semua jenis truk yang akan ke Bali akan menyeberang lewat pelabuhan LCM.
Dishub Jatim akan merancang suatu pelabuhan terpadu di Ketapang. Pintu masuk ke pelabuhan akan dipusatkan di sisi utara yang saat ini merupakan pelabuhan ASDP. Sedangkan pintu keluar, akan dijadikan satu di sisi selatan (kini merupakan pelabuhan LCM).
Konsep ini memang sudah dirancang untuk lebih memudahkan dan meningkatkan kelancaran pelayanan masyarakat pengguna jasa penyeberangan. Rencana ini cukup sinergi dengan langkah Pemkab Banyuwangi. Dishub Banyuwangi akan menindaklanjuti penyatuan dua pelabuhan tersebut dengan membangun sub terminal untuk angkutan kota. Dengan demikian, penumpang pejalan kaki yang turun dari kapal bisa dengan mudah melanjutkan perjalanannya.
Masalahnya, saat ini terdapat perkampungan warga di antara dua pelabuhan itu. Puluhan kepala keluarga (KK) tinggal di perkampungan yang diapit pelabuhan ASDP dan pelabuhan LCM. Jika penyatuan dua pelabuhan dilakukan, penggusuran puluhan rumah warga kampung itu tak dapat dielakkan.
Penggusuran warga sekampung, sejatinya merupakan satu masalah sosial yang tak bisa dipandang remeh. Problem ini cukup pelik, apalagi melibatkan nasib puluhan KK. Sudah banyak contoh kasus penggusuran rumah (apalagi penggusuran kampung) di kota-kota besar. Hampir semuanya menyisakan masalah. Bahkan tidak sedikit problem penggusuran yang berujung pada bentrokan fisik.
Untuk mengantisipasi hal-hal terburuk, pemprov dan pemkab harus bersikap arif. Semua kemungkinan dampak penggusuran seperti relokasi, ganti rugi, dampak sosial, dan sebagainya harus juga dipikirkan dengan matang. Pembahasan masalah itu idealnya juga melibatkan semua pihak terkait. Sehingga keputusan yang diambil, bisa mengakomodasi kepentingan semua kalangan.
Yang perlu diingat pula, warga kampung yang akan kena gusur juga harus mawas diri. Mereka juga perlu bercermin dan memahami dengan keberadaan mereka di lahan tersebut. Perlu diketahui bahwa lahan 100 meter dari bibir pantai, merupakan milik sah pelabuhan. Kalau pemiliknya menghendaki memakai lahan itu, tentu demi kepentingan yang lebih besar, warga harus juga menyadari hal itu.
Dampak positif dan negatif itu memang selalu ada di mana saja. Namun kalau semua menyadari dan saling memahami, alangkah indahnya dunia ini. Apalagi, jika dampak negatif pembangunan itu akhirnya hanya menempati porsi yang sangat kecil. (*)

Tidak ada komentar: