Senin, 15 Desember 2008

Bahasa Pengantar dan Literatur

ADA satu hal yang patut diacungi jempol dalam perkembangan dunia pendidikan di Bumi Blambangan. Beberapa Sekolah Menengah Pertama (SMP) sudah menyandang (atau mungkin sedang dalam proses menuju) status Sekolah Berstandar Internasional (SBI).
Terkait masalah ini, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Dr Kir Haryana hadir ke Banyuwangi (29/11). Dia memberikan sosialisasi seputar SBI.
Banyak hal menarik yang disampaikan Dirjen tersebut. Dr Kir mengatakan, semua yang terkait dalam SBI sudah diatur dalam peraturan Mendiknas. Mulai masalah kelulusan, kurikulum, cara pembelajaran, tenaga pendidik, pengelola manajemen hinga masalah pembiayaan.
Namun hal yang paling penting dalam menyandang status SBI itu adalah sarana dan prasarana sekolah. Bagaimana agar sarana dan prasara itu membuat siswa nyaman dalam menuntut ilmu. Sekolah juga harus punya kriteria potensial dan mandiri. Kepala sekolah harus bisa memimpin dan menciptakan situasi kondusif. Sehingga terjalin hubungan dan komunikasi harmonis antara kepala sekolah dan guru.
Ada lagi satu hal yang cukup menggelitik. Dr Kir menyatakan, sekolah berstandar internasional itu, ternyata tidak mewajibkan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar. Alasannya, yang terpenting adalah bagaimana siswa itu bisa mampu dalam hal sains. Menguasai matematika, fisika dan kimia dulu. Baru setelah itu menguasai Bahasa Inggris.
Bagaimana siswa mau mengerti pelajaran, kalau pengantarnya yang menggunakan Bahasa Inggris saja tidak mengerti. Contohnya seperti yang diterapkan sekolah dan kampus di Jepang. Seluruh pengantar pelajaran di Negeri Matahari Terbit menggunakan Bahasa Jepang. Sehingga, mereka benar-benar menguasai pelajaran yang diberikan, terutama mata pelajaran eksak.
Secara logika, alasan Dr Kir memang cukup masuk akal. Itu disertai dengan contoh yang nyata pula, seperti yang terjadi di Jepang. Memang, masalah ini tak perlu jadi polemik apalagi blunder.
Kita juga perlu melihat sisi lain, bahwa pergaulan internasional dan sumber pengetahuan serta literatur internasional selalu menggunakan Bahasa Inggris. Kalau sekadar untuk melatih kemampuan ‘bahasa internasional’ itu, tidak ada salahnya juga membiasakan diri Speaking English setiap hari. Selain itu, negara sekelas Jepang itu punya literatur jauh lebih lengkap dalam hal sains dengan pengantar Bahasa Jepang. Ini pula yang patut dipikirkan oleh pemerintah kita. Sudah lengkapkah literatur yang kita miliki dengan pengantar Bahasa Indonesia?(*)

Tidak ada komentar: