Sabtu, 28 Februari 2009

Keseimbangan Alam untuk Kabat-Rogojampi

SEBAGIAN masyarakat Desa Labanasem, Kecamatan Kabat sudah sering jadi langganan banjir. Hampir setiap tahun, kawasan tersebut sering tergenang air pada puncak musim hujan. Namun, skala banjir yang terjadi tidak terlalu meresahkan warga.

Namun pada tahun ini, banjir yang melanda kawasan itu tergolong cukup parah. Pada sore itu (31/1), sedikitnya 25 rumah warga terendam setelah diguyur hujan selama beberapa jam. Pada beberapa titik lokasi, ketinggian air bisa mencapai 1,5 meter.

Para penghuni rumah yang terendam langsung mengungsikan barang-barangnya di masjid setempat. Begitu hujan mulai mereda, mereka langsung menguras air yang menggenangi rumah mereka.

Tidak hanya kawasan permukiman penduduk yang terendam banjir. Areal persawahan juga terendam air. Bahkan, lintasan rel kereta api di daerah tersebut juga ikut terendam banjir.

Ruas jalan raya Kecamatan Kabat ikut tergenang. Kondisi ini sempat mengakibatkan kemacetan kendaraan di jalur utama jurusan Banyuwangi-Rogojampi itu. Antrean kendaraan diperkirakan mencapai dua kilometer. Badan jalan di sekitar Polsek Kabat itu tergenang selama beberapa saat.

Pemerintah Kecamatan Kabat menduga, banjir tersebut merupakan luapan air dari daerah Benelan Lor yang berada di sisi barat Labanasem. Kondisi ini diperparah dengan menumpuknya sampah di sekitar jembatan Labanasem. Akibatnya, saluran di jembatan tersebut tidak mampu menampung aliran air yang cukup deras.

Meski tidak ada korban jiwa, musibah banjir itu mengakibatkan masyarakat merugi ratusan juta rupiah. Selain itu, banyak sawah yang rusak dan terancam gagal panen.

Pada saat bersamaan, banjir juga melanda sebagian wilayah Kecamatan Rogojampi. Genangan terparah terjadi di lingkungan Gang Sawo di Desa Rogojampi.

Apa pun yang terjadi di Kabat dan Rogojampi, sudah selayaknya kita renungi. Sebab, Tuhan menciptakan alam ini dengan penuh keseimbangan dan keselarasan. Ketika ada faktor atau sisi yang kurang, hal ini akan berdampak pada reaksi alam.

Banjir terjadi bukan karena curah hujan yang turun terlalu tinggi. Tetapi sangat besar peluangnya, banjir terjadi karena daya serap tanah terhadap air sudah berkurang. Pada kasus banjir di Kabat dan Rogojampi, jangan hanya memandang air bah itu merupakan kiriman dari desa yang posisinya lebih tinggi.

Sudah selayaknya kita melihat kondisi lingkungan alam yang lebih tinggi dari kawasan pengirim air bah tersebut. Lihat saja pegunungan di sisi barat Kecamatan Kabat dan Rogojampi. Sudah berapa banyak pohon yang ditebang di pegunungan itu? Sudah berapa tahun kita menebang, tanpa mengganti dengan tanaman baru di gunung itu?

Ke mana saja larinya kayu hasil penebangan di gunung tersebut? Sudahkah kita memikirkan hingga sejauh itu? Berapa banyak pula pertumbuhan penggergajian kayu di kawasan itu? Apakah kondisi saluran air di daerah kita masih utuh seperti dulu? Berapa banyak tumbuh bangunan di atas saluran air di kawasan itu? Dan masih banyak pertanyaan lagi yang belum terjawab. Kalau tidak ingin banjir terulang lagi, jawabannya hanya satu yakni alam butuh keseimbangan. Tak perlu saling menyalahkan, kalau merasa mengurangi keseimbangan alam, harus dengan sadar dari hati nurani yang terdalam mau memperbaiki kesalahan. (*)

Tidak ada komentar: