Sabtu, 28 Februari 2009

Demam Dukun Tiban

NAMA Ponari mendadak populer. Setelah menemukan batu petir, siswa sekolah dasar di Balongsari, Jombang itu langsung jadi dukun tiban. Setiap hari, ribuan orang mendatanginya. Mereka berharap kesembuhan dari segala penyakit, setelah minum air yang telah dicelupkan batu petir milik Ponari.

Setiap warga yang datang, membayar uang karcis Rp 2.000 kepada panitia. Kini, uang karcis itu malah melonjak sampai Rp 5.000 per orang. Kabarnya, uang yang terkumpul itu sudah melebihi angka Rp 1 miliar.

Fenomena dukun tiban akhirnya kian meluas. Warga Jombang lainnya juga dikabarkan membuka praktik serupa. Slamet yang juga ayah Dewi Setiawati, warga Brodot, Jombang juga membuka praktik pengobatan serupa. Metodenya kurang lebih mirip dengan Ponari, yakni lewat air yang diberi bacaan tertentu. Meski akhirnya ditutup, pengobatan ini sempat menarik perhatian publik secara nasional. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai pesaing dukun tiban Ponari.

Sementara di Banyuwangi, warga juga sudah ramai-ramai mendatangi rumah Ahmad Ihsanuji alias Cak Mad, 32, di Kampung Bango, Dusun Kebondalem, Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo. Cak Mad juga dikabarkan memiliki batu petir sepertinya halnya Ponari.

Pasien yang datang untuk berobat pada Cak Mad sudah mulai membeludak. Untuk bisa dilayani oleh Cak Mad, warga harus rela antre hingga selama beberapa jam.

Sementara itu di Bangkalan, Madura juga muncul bocah dukun tiban. Bocah itu adalah Irfan Maulana, 6, asal Kampung Baru, Desa Kamal, Bangkalan. Dia mengaku bermimpi kedatangan tiga pria memakai surban. Di dalam mimpi itu, seorang bersurban memberikan uang Rp 1.000 untuk membeli air mineral. Namun, uang yang diterima dalam mimpinya berubah menjadi batu hitam, dan pria dalam mimpinya itu berpesan agar batu itu dijadikan media untuk pengobatan segala macam penyakit. Irfan terbangun, di genggaman tangan kanan terdapat batu hitam. Cara pengobatan yang dilakukan oleh Irfan ini tidak jauh beda dengan apa yang dilakukan Ponari.

Kabar tentang dukun tiban dengan metode batu ini, telah jadi tren di masyarakat. Semuanya menggunakan metode yang hampir sama. Semuanya juga muncul menjelang dihelatnya pemilihan umum. Topik pembicaraan warga di warung-warung, di pasar dan jalanan tak lagi membincangkan partai dan caleg. Topik diskusi mereka kian ramai membahas pro-kontra keberadaan para dukun tiban tersebut. Lebih jauh kalau kita kembali ke era Orde Baru, isu-isu semacam itu yang kadang mengusik pemikiran rasional kita, sering muncul menjelang pemilu. Entah, apakah isu dukun tiban kali ini ada kaitannya dengan pemilu atau tidak, yang jelas kita tetap harus berfikir rasional. Keluarga Ponari saja secara sadar dan rasional mengkarciskan pengobatan batu petir itu, sehingga mereka bisa mengumpulkan duit lebih dari Rp 1 miliar. (*)

Tidak ada komentar: