Kamis, 03 September 2009

Perempuan Tak Sekadar Objek Kekerasan

KASUS perampokan toko emas Indah Jaya di Kecamatan Muncar bisa dikatakan spektakuler. Yang pertama, aksi kejahatan bersenjata itu terjadi pada siang hari. Yang kedua, pelakunya cukup sadis dan tega menembak perut pemilik toko. Yang ketiga, jumlah kerugiannya besar yakni sebanyak 2,4 kilogram emas atau sekitar Rp 350 juta.

Yang lebih mencengangkan lagi, muncul dugaan bahwa salah satu pelaku perampokan itu adalah seorang perempuan. Kapolres Banyuwangi, AKBP Rachmat Mulyana juga mengakui munculnya dugaan bahwa salah satu pelaku adalah kaum perempuan. Untuk memastikan dugaan itu, pihaknya melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap beberapa saksi yang mengetahui kejadian itu.

Terlepas apakah hal itu sesuai fakta yang sebenarnya atau tidak, munculnya dugaan tersebut cukup membuat kita semua miris. Akan muncul banyak pertanyaan dalam benak kita. Betulkah dugaan itu? Dari sudut pandang mana munculnya dugaan atau analisis semacam itu? Apakah perempuan zaman sekarang sudah setega itu? Dan seterusnya, dan seterusnya.

Memang, antara kekerasan dan perempuan itu bisa ditarik benang merah. Hanya selama ini, posisi perempuan nyaris selalu menjadi objek atau korban tindak kekerasan dan kejahatan. Sangat jarang perempuan menjadi subjek dalam dunia kriminalitas.

Kita juga perlu berkaca pada kasus penyerangan rombongan regu gerak jalan tradisional Larosmania yang terjadi di Kecamatan Rogojampi. Rombongan itu mendadak diserang puluhan orang tak dikenal. Bahkan menurut saksi korban, salah satu oknum penyerang diidentifikasi sebagai seorang perempuan.

Ini menunjukkan bahwa meskipun sangat jarang terjadi, seorang perempuan juga bisa menjadi subjek dalam kasus kriminalitas. Seperti pula yang pernah terjadi di Bekasi September tahun 2008 lalu. Seorang pekerja garmen nekat merampok taksi dengan cara memukul sopir dengan martil.

Tetapi setelah ditelusuri lebih jauh, dia terpaksa melakukan tindak kriminalitas karena pusing ditagih utang menjelang Lebaran. Sehingga bisa dikatakan, keterlibatan perempuan sebagai subjek dalam tindak kriminalitas itu tak bisa lepas dari unsur keterpaksaan. Ada suatu kondisi yang terpaksa membuat mereka melakukan tindakan nekat.

Nah, bukan mustahil pula, jika kasus-kasus kriminalitas yang melibatkan kaum Hawa di Bumi Blambangan ini juga berlatar belakang sama. Ada suatu faktor tertentu, yang akhirnya membuat mereka terpaksa bertindak nekat. Apalagi, naluri perempuan sebagai seorang ibu, akan mengantar semua tindakan mereka untuk selalu melindungi anak dan keluarga.

Karena itu, jika semua dugaan keterlibatan perempuan dalam kasus kriminal di Banyuwangi itu benar, petugas haruslah bijak. Proses penyidikannya akan sangat ideal, jika disertai dengan latar belakang yang lengkap atas keterlibatan figur perempuan itu. Karena dengan melampirkan latar belakang persoalan hingga mereka berbuat nekat, majelis hakim akan punya pertimbangan untuk meringankan hukuman bagi mereka. Apalagi, sejatinya perempuan itu merupakan salah satu golongan mulia serta kandidat penghuni surga. Ingat, surga berada di bawah telapak kaki ibu.(*)

Tidak ada komentar: