Minggu, 12 Desember 2010

Menghapus Pola Lama Mengamen

SEPERTI biasa, aparat kepolisian biasanya menggelar operasi penertiban secara rutin. Kali ini, razia yang sedang digalakkan bertujuan untuk meminimalisasi praktik premanisme.

Kabar terbaru, Satuan Sabhara Polres Banyuwangi menggelar menggelar razia di jalanan kemarin (8/12). Sasaran razia adalah pengamen yang biasa mangkal di perempatan jalan strategis jantung kota Banyuwangi.

Razia yang dipimpin langsung Kasat Sabhara AKP Robby Hartanto itu berhasil menciduk sembilan pengamen. Tiga orang terjaring di traffic light dekat kantor BNI, sedangkan dua orang di pelabuhan penyeberangan ASDP Ketapang. Sisanya digaruk di tempat lain.

Mereka didata identitasnya. Siang itu juga sembilan pengamen langsung menjalani sidang tindak pidana ringan (tipiring) di Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi. Sesuai peraturan, ancaman hukuman tipiring adalah tiga bulan dan diminta bayar denda.

Bukan rahasia lagi, keberadaan pengamen di lampu merah dianggap cukup meresahkan kalangan pengguna jalan. Jika para pengendara itu mau jujur, sebagian besar dari mereka sebenarnya tidak terhibur dengan aksi pentas jalanan para pengamen tersebut.

Umumnya, pengendara memberikan uang receh karena malas berurusan dengan pengamen jalanan. Bahkan, ada pula pengendara yang memberikan uang receh karena takut atau waswas. Mereka takut, pengamen akan menggores cat kendaraan jika tidak diberi uang receh.

Semua itu adalah pola lama mengamen di jalanan. Pola seperti itu sangat tidak simpatik dan meresahkan. Karena itu, masih ada sebagian masyarakat yang punya pandangan bahwa pengamen itu dekat dengan premanisme.

Sejatinya, sudah banyak contoh figur sukses yang berangkat dari dunia musik jalanan. Seperti yang dilakukan kelompok musik Klantink asal Surabaya. Dulu mereka bertahan hidup dengan mengamen di jalanan. Kini, mereka sudah jadi publik figur dengan kondisi ekonomi yang mulai mapan.

Tak ada salahnya meniru jurus mereka untuk menjadi pengamen yang simpatik. Banyak kiat yang bisa dilakukan, agar pengamen bisa tampil simpatik dan menghibur. Tutur kata haruslah sopan dan berilah salam. Sampaikan juga permohonan maaf, jika kehadirannya dirasa mengganggu.

Perhatikan pula penampilan saat mengamen. Jangan sampai, penampilan bisa membuat orang takut, ngeri atau bahkan membuat masyarakat jijik. Selain itu, pilihlah lagu yang tepat dan biasanya disukai banyak orang. Jangan lupa untuk selalu menyampaikan ucapan terima kasih. Sekali lagi, sampaikan permohonan maaf jika kehadirannya mengganggu. Tetaplah tersenyum dan jangan sekali-kali marah jika warga tidak memberi uang receh.

Jika bermacam tips seperti sudah diterapkan, tentu stigma buruk pengamen lambat laun akan pudar. Dan yang juga patut dicontoh, gaya mengamen di negara-negara yang sudah mapan ekonominya. Para pengamen di negara maju, biasanya menggelar show di taman atau kawasan publik lainnya. Mereka menyanyi atau memainkan alat musik untuk menghibur warga. Dengan pola seperti ini, tak ada lagi kesan ’memaksa’ atau meminta uang receh. Warga yang terhibur akan suka rela memberikan duit. Kalau ini bisa diterapkan di sini, pengamen tak lagi dekat dengan premanisme. Sebaliknya, mengamen akan masuk pekerjaan mulia karena bisa menghibur masyarakat. (*)

Tidak ada komentar: