VONIS Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi atas kasus rekayasa kenaikan pangkat beberapa pejabat Pemkab ternyata belum berakhir. Pada pertengahan Juni 2009 lalu, mantan kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Banyuwangi, Suryanto sudah divonis 1,8 tahun penjara oleh PN Banyuwangi.
Vonis yang sama juga diberikan pada mantan Kasubag Mutasi BKD Banyuwangi, Sunaryanto. Ketika itu, majelis hakim juga menjatuhkan denda Rp 50 juta subsider kurungan satu bulan penjara.
Majelis hakim menilai, kedua terdakwa terbukti secara bersama-sama bersalah menyalahgunakan wewenang saat menjabat sebagai kepala BKD dan Kasubag Mutasi BKD. Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 2,264 miliar.
Kedua mantan pejabat BKD tersebut bertanggung jawab atas beberapa rekayasa pangkat pejabat pemkab. Kebijakan itu membuat banyak pejabat tersebut menerima tunjangan jabatan (tunjab), yang tidak seharusnya mereka terima.
Atas praktik seperti itu, kerugian negara mencapai Rp 2,264 miliar. Rinciannya, Rp 435 juta merupakan kerugian negara langsung. Sisanya, Rp 1,892 miliar akibat pemberian tunjab yang salah alamat.
Kasus rekayasa kenaikan pangkat pejabat pemkab itu memang terjadi sekitar tahun 2001 lalu. Waktu itu, sedang diberlakukan otonomi daerah. Karena ada aturan tentang eselon yang dinaikkan, ratusan pejabat Pemkab tidak memenuhi syarat untuk tetap menduduki jabatan yang diduduki sebelumnya. Di sinilah, peran dua mantan pejabat BKD tersebut. Mereka diduga terlibat langsung dalam proses rekayasa kenaikan pangkat agar para pejabat itu tetap bisa menempati posnya.
Dengan kenaikan pangkat fiktif itu, tunjangan ratusan pejabat itu ikut dinaikkan. Negara dirugikan, karena banyak pejabat yang menerima tunjab tersebut. Secara pribadi, mungkin Suryanto tidak ’makan’ miliaran rupiah uang kerugian negara tersebut. Uang tunjab tersebut justru mengalir dan dinikmati banyak pegawai di pemkab.
Kini, nasib uang tunjab miliaran rupiah yang telanjur diberikan pada banyak pegawai itu, kembali diungkit. Enam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melaporkan beberapa pejabat yang diduga menerima tunjab tersebut ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Mereka mendesak agar penerima tunjab tersebut ditindak dan diproses secara hukum.
Sementara itu, sebagian pejabat penerima tunjab yang dilaporkan itu merespons kejadian ini dengan langkah bijak. Jika memang tunjab yang mereka terima itu adalah fiktif, mereka siap ramai-ramai mengembalikan tunjab yang diterima delapan tahun lalu itu.
Iktikad baik sebagian pejabat itu layak diacungi jempol. Karena faktanya, sebagian dari mereka memang tidak tahu bahwa tunjab itu ternyata bukan hak mereka. Apalagi sebelumnya, sebagian dari mereka ternyata tidak pernah meminta tunjab tersebut.
Dengan adanya niat baik untuk mengembalikan tunjab, hal itu sudah menunjukkan bahwa mereka adalah pegawai yang loyal pada negara. Ya, mungkin peristiwa ini menjadi semacam ujian ulang terkait loyalitas pegawai di masa sulit sekarang. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar