SPANYOL kini semakin disegani dunia. Bukan hanya prestasi sepak bolanya yang lagi moncer. Tetapi kehadiran ‘bocah’ Spanyol yang bisa mempengaruhi kehidupan banyak orang di negeri ini. Bahkan bukan mustahil, dampaknya juga akan dirasakan banyak petani di Banyuwangi dan Situbondo.
Dua ‘bocah’ Spanyol itu adalah El Niño (baca: El Ninyo) dan La Niña (La Ninya). Sebutan tersebut adalah kondisi abnormal iklim, di mana suhu permukaan Samudera Pasifik di pantai Barat Ekuador serta Peru lebih tinggi dari rata-rata normal. Istilah ini pada mulanya digunakan untuk menamakan arus laut hangat yang terkadang mengalir dari utara ke selatan, antara pelabuhan Paita dan Pacasmayo di daerah Peru, yang terjadi pada bulan Desember. Kejadian ini kemudian semakin sering muncul yaitu setiap tiga hingga tujuh tahun. Yang menarik, kondisi ini dapat mempengaruhi iklim dunia selama lebih dari setahun.
Nama El Niño diambil dari bahasa Spanyol yang berarti “anak laki-laki”. Karena arus ini biasanya muncul selama musim Natal (kelahiran). Sedangkan La Niña berarti "gadis kecil". Karena fluktuasi dari tekanan udara dan pola angin di selatan Pasifik yang menyertai El Niño, fenomena ini dikenal dengan nama El Niño Southern Oscillation (ENSO).
Selain memberikan kerugian, El Niño juga memberikan keuntungan pada Indonesia. Contohnya, ikan tuna di Pasifik bergerak ke timur. Namun, ikan yang berada di Samudera Hindia bergerak masuk ke selatan Indonesia. Hal itu karena perairan di timur samudera ini lebih dingin, sedangkan yang berada di barat Sumatera dan selatan Jawa jadi lebih hangat. Hal ini membuat Indonesia mendapat banyak ikan tuna.
Selain itu, El Niño ditandai dengan lebih panjangnya musim kemarau dari biasanya. Fenomena global ini juga yang menimbulkan dampak kekeringan.
Bila El Nino melanda Banyuwangi, kemungkinan besar fenomena ini tidak akan memberikan efek terlalu buruk. Sebab, sumber air di Bumi Blambangan dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan warga.
Meski begitu, tidak ada salahnya jika petani dan seluruh warga di Banyuwangi mulai mengambil sikap preventif. Salah satunya, dengan melakukan penghematan penggunaan air. Selain itu, sumber air dan lingkungan sekitarnya juga harus dirawat.
Apalagi, pasokan air bersih untuk warga Kota Gandrung ini, sebagian besar dipasok oleh PDAM. Jika saja terjadi gangguan terhadap sumber air yang dikelola PDAM, dampaknya akan dirasakan ribuan pelanggan. Karena itu, tidak ada salahnya semua komponen masyarakat untuk ikut menjaga keseimbangan alam di sekitar sumber air. Jangan menebang pohon seenaknya. Sebaliknya, jika perlu kita justru harus memperbanyak jumlah pohon di buffer zone (kawasan penyangga). Dengan begitu, biarkan saja El Niño numpang lewat begitu saja selama lima hingga tujuh bulan, tanpa harus meninggalkan problem kekeringan. Semoga. (*)