WARGA Banyuwangi dan Situbondo semakin sulit mendapatkan minyak tanah (mitan). Selama beberapa pekan terakhir ini, bahan bakar minyak jenis tersebut seperti mulai hilang dari peredaran.
Banyak pangkalan mitan yang mengeluh tidak mendapat kiriman dari agen. Akibatnya, warga yang menjadi pelanggan di pangkalan mitan tersebut pun ikut resah.
Sebaliknya, Pertamina selalu menyatakan bahwa tidak ada pengurangan pasokan mitan ke agen atau pangkalan. Bahkan, jatah pasokan mitan sudah melebihi kebutuhan normal.
Memang, persoalan kelangkaan mitan ini seolah sudah menjadi problem klasik di masyarakat. Beberapa tahun lalu, problem ini biasanya dipicu dengan rencana kenaikan harga BBM. Tetapi, yang terjadi saat ini bisa dikatakan jauh lebih kompleks. Penyebab raibnya mitan dari peredaran pun semakin rumit.
Selain itu, ada kesimpulan menarik dari Tim Pemantauan dan Pembinaan Distribusi Migas (TPPDM) Kabupaten Situbondo. Wakapolres Situbondo, Kompol Akik Subki mengatakan, dari hasil investigasi yang dilakukan TPPDM terungkap, kelangkaan mitan terjadi karena ada kepanikan masyarakat. Warga panik menjelang penerapan konversi mitan ke gas elpiji.
Tidak sedikit warga yang sengaja melakukan penimbunan mitan. Ini terjadi karena mereka termakan kabar bahwa mitan akan habis. Kalaupun ada, harga mitan nantinya akan tiga kali lipat dari harga sekarang. Karena itu, begitu pangkalan atau toko buka, warga pasti berebut membeli. Sampai antre berlama-lama. Semua membeli dalam jumlah besar. Bahkan, ada satu warga yang nekat membeli mitan lebih dari satu kali. Usai membeli, mereka kembali lagi untuk membeli mitan dengan menyuruh orang lain. Sehingga pasokan mitan yang biasanya cukup, menjadi tidak cukup.
Karena itu, TPPDM memandang perlu untuk dilakukan penertiban mulai penjualan hingga pembelian mitan. Seluruh pangkalan mitan di Situbondo akan didata. Pangkalan diminta untuk membatasi pembelian. Setiap warga dijatah hanya boleh membeli sepuluh liter mitan sekali transaksi. Dengan begitu, mitan bisa dinikmati secara merata oleh warga yang membutuhkan.
Selain itu, para penjual mitan di pinggir jalan juga akan ditertibkan. Nah, persoalan penjual mitan di tepi jalan ini layak dicermati lebih mendalam. Sudah bukan rahasia lagi, sepanjang jalur Pantai Utara Jawa (Pantura) marak ditemui penjual BBM oplosan yang biasa disebut dengan nama Ireks.
BBM oplosan itu tidak hanya dimanfaatkan oleh kendaraan besar bermesin disel. Banyak perahu nelayan yang juga memanfaatkan Ireks sebagai bahan bakar pengganti solar. Terlepas dari persoalan bagaimana dampak Ireks terhadap mesin kendaraan, tindakan mengoplos BBM tersebut juga merugikan masyarakat.
Selama ini, mitan dijual pemerintah dengan harga subsidi untuk keperluan rakyat sebagai bakan bakar untuk rumah tangga. Jika pasokan mitan banyak yang digunakan untuk oplosan BBM kendaraan, tentu peruntukannya sudah tidak sesuai dengan tujuan semula. Karena itu, sudah selayaknya peredaran BBM oplosan tersebut segera ditertibkan. Sebab siapa tahu, pasokan mitan untuk masyarakat selama ini, ternyata juga tersedot untuk kebutuhan BBM oplosan tersebut. (*)