Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah manyatakan, bahwa Banyuwangi termasuk salah satu daerah yang berpotensi besar dilanda bencana gempa. Hingga saat ini, belum ada alat yang mampu mendeteksi kapan datangnya gempa tersebut.
Teknologi yang ada, masih sebatas mengukur dan mengamati gejala gempa dan pendeteksi gelombang tsunami.
Belum ada alat yang bisa memprediksi kapan datangnya gempa, membuat masyarakat harus senantiasa tanggap bencana. Caranya, mengetahui tata cara penyelamatan bencana gempa. Ketika bencana itu benar-benar datang, masyarakat sebaiknya sudah tahu apa saja yang harus dilakukan.
Meski daerah ini termasuk kawasan rawan bencana, fakta yang ada selama ini, masih banyak warga yang tidak mengerti apa itu gempa bumi, tsunami, dan bencana gunung api. Ini terjadi, karena paradigma penanggulangan bencana saat ini masih konvensional. Selain itu, bencana selalu dianggap urusan pusat. Baru setelah jatuh korban jiwa, harta benda, sarana, prasarana, dan kerusakan lingkungan, orang sering menyalahkan pemerintah.
Pascabencana, dana akan mengalir dari pemerintah pusat.
Tetapi apakah sudah cukup demikian? Sudah saatnya, bangsa ini belajar bersahabat dengan bencana. Istilah lain, menjadi bangsa yang tanggap bencana. Dana bantuan mestinya tidak seluruhnya disumbangkan kepada korban, tetapi disisakan guna pendidikan bencana atau kegiatan sosialisasi pencegahan bencana.
Belajar dari pengalaman, peringatan awal adanya bencana mengurangi lebih banyak korban, ketimbang tidak adanya peringatan sama sekali. Ketika tsunami menerjang pantai selatan Pulau Jawa di daerah Pangandaran, warga yang selamat umumnya berlari menyelamatkan diri ke pegunungan. Ini dilakukan, karena warga setempat mendapat pelajaran dari musibah Tsunami Aceh.
Artinya, pelajaran yang berulang-ulang lewat media massa itu dapat efektif mengubah prilaku warga. Warga pesisir yang telah mendapat pelajaran lewat media massa, tidak akan berlari ke tengah laut, saat laut surut secara mendadak. Padahal, banyak sekali ikan yang menggelepar ketika air laut surut secara tiba-tiba sehabis terjadi gempa.
Kegiatan penanggulangan bencana memang sudah seharusnya dilalui secara bertahap. Tahapan itu bisa berupa upaya pencegahan dan kesiagaan sebelum terjadinya bencana. Inilah yang lazim disebut sebagai masyarakat tanggap bencana.
Ketika bencana tak terelakkan terjadi, langkah yang ditempuh adalah langkah cepat penyelamatan para korban. Setelah semua itu berlalu, langkah terakhir adalah rehabilitasi dan rekonstruksi setelah terjadi bencana. Upaya penyelamatan korban dan langkah rehabilitasi sudah biasa dilakukan pemerintah saat terjadi bencana. Yang masih terasa kurang gaungnya, adalah upaya pencegahan dan kesiagaan sebelum terjadinya bencana. Karena itu tak ada salahnya, pendidikan tanggap bencana mulai didilakukan pada seluruh masyarakat secara merata sejak sekarang. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar