Selasa, 13 April 2010

Lagi-Lagi Gangguan Chikungunya

Penyakit cikungunya merajalela di wilayah Kecamatan Sempu. Warga dua dusun, yakni Dusun Darungan, Desa Tegalarum, dan Dusun Nganjukan, Desa Karangsari, mulai terserang penyakit ini Hingga kemarin (10/4), masih banyak warga dua dusun yang lokasinya berdekatan itu yang sakit.

Warga di kedua dusun itu, sebelumnya tidak pernah terkena cikungunya. Begitu ada warga yang kena, penyakit ini dengan cepat merembet ke warga lain.

Meski masih ‘’bersaudara’’ dengan Demam Berdarah (DB), penyakit chikungunya ini tidak mematikan. Chikungunya ditandai dengan demam mendadak yang mencapai 39 derajat Celcius, nyeri pada persendian, terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (bintik kemerahan) pada kulit, serta sakit kepala.

Penderita akan merasa tubuhnya mendadak demam diikuti dengan linu di persendian. Timbul juga rasa pegal, ngilu serta rasa sakit pada tulang. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah.

Virus ini dipindahkan dari satu penderita ke penderita lain melalui nyamuk. Virus itu akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Virus tersebut menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis.

Dengan istirahat cukup, obat demam, kompres, serta antisipasi terhadap kejang demam, penyakit ini biasanya sembuh sendiri dalam tujuh hari. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk chikungunya. Cukup minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit. Yang penting cukup istirahat, minum dan makanan bergizi. Virus ini termasuk self limiting disease alias hilang dengan sendirinya. Walau demikian, rasa nyeri masih akan tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan.

Nah, setelah mengetahui kalau penyakit ini ternyata tidak mematikan, bukan berarti kita boleh menyepelekan. Waspada dan selalu berupaya mencegah penyebaran penyakit ini, tetap diperlukan.

Karena dari tinjauan sosial dan ekonomi, ternyata chikungunya sangat mengganggu kegiatan kita sehari-hari. Aktivitas dan produktivitas kerja akan menurun, karena rasa nyeri yang masih dirasakan selama beberapa pekan. Karena itu, langkah termurah dan termudah adalah ciptakan lingkungan yang sehat. Salah satu caranya adalah rutin menguras bak mandi, sehingga memutus siklus hidup nyamuk tersebut. (*)

Utang Mantan Wakil Rakyat

PARA mantan anggota DPRD Situbondo periode 1999-2004 dan periode 2004-2009 harus siap-siap. Pertama, mereka harus menyiapkan kocek untuk membayar utang. Yang kedua, mereka juga harus siap mental jika kasus tunjangan ganda Panitia Anggaran (Panggar) dan perjalanan dinas mengarah ke penyelesaian melalui jalur hukum.

Hingga bulan Maret 2010 lalu, Kejari Situbondo hanya berhasil mengumpulkan uang Rp 116 juta dari para mantan anggota DPRD tersebut. Dana sebesar itu merupakan pengembalian dari 27 mantan anggota DPRD.

Sebenarnya, total dana yang harus dikembalikan oleh 81 mantan dan anggota DPRD itu mencapai Rp 1.832.685.000. Uang milik negara yang belum terbayar masih sekitar Rp 1,716 miliar. Sebanyak 54 orang mantan wakil rakyat yang masih belum melunasi tanggungannya.

Tanggungan keuangan yang harus dibayar mantan anggota DPRD Situbondo itu adalah pembayaran tunjangan ganda pada kegiatan DPRD yang totalnya mencapai Rp 2.740.500. Selain itu, juga anggaran perjalanan dinas tetap DPRD sebesar Rp 1.078.000.000. Belanja tersebut ada pada anggaran 2004.

Kenyataan masih banyaknya utang wakil rakyat ini cukup menyedihkan. Terlebih, masyarakat Situbondo selama ini dikenal cukup religius dan agamis. Warga Kota Santri juga dikenal cukup taat beribadah. Karena itu, fakta masih banyaknya tunggakan utang yang belum dibayar oleh mantan anggota DPRD itu sangat ironis.

Puluhan mantan wakil rakyat yang terkesan enggan membayar utang itu, sama sekali tidak mencerminkan watak masyarakat Situbondo yang religius dan agamis. Mereka sungguh lupa, bahwa sebenarnya utang tetaplah utang yang harus dibayar. Sampai mati pun, utang tetap harus dibayar. Jika si empunya utang itu sudah meninggal dunia sekalipun, ahli warisnya tetap punya tanggungan untuk melunasinya.

Semoga puluhan mantan anggota DPRD itu terketuk hatinya dan segera melunasi semua tanggungannya kepada negara. Inilah saatnya bertindak cepat, senyampang masih ada waktu sebelum masuk deadline Juni 2010.

Karena jika belum membayar setelah melewati batas waktu tersebut, mantan anggota dewan yang terhormat itu berpeluang akan berurusan dengan aparat penegak hukum. Karena jika deadline lewat, Kejaksaan mempertimbangkan untuk memproses masalah utang tersebut melalui jalur hukum.

Paling tidak, tunjukkan iktikad baik dan ada upaya untuk membayar tanggungan. Meski harus dicicil, tetapi yang paling utama adalah niat baik dari lubuk hati yang paling dalam untuk sungguh-sungguh melunasi utang tersebut.(*)

Fakta Ponsel Seputar Unas

UJIAN nasional (Unas) tahun sudah hampir selesai. Untuk tingkat SMP, MTs, dan SMPLB, Unas memasuki hari terakhir pada hari ini. Pekan lalu, Unas tingkat SMA, SMK, dan MA juga sudah berlangsung lancar selama lima hari.

Namun ada beberapa catatan dan -jika perlu- beberapa fakta serta pernik kecil seputar Unas yang perlu dibeber kepada publik. Pernik kecil ini adalah ‘aroma ketidakjujuran’ terkait penggunaan telepon seluler (ponsel) dalam Unas.

Fakta pertama yakni Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dispendikpora) Banyuwangi selalu menyatakan bahwa pada pelaksanaan Unas kali ini menggunakan pengawasan berlapis. Ada pengawas silang antarsekolah dan juga pengawas independen dari perguruan tinggi. Semua pengawas diimbau untuk melarang peserta Unas membawa ponsel masuk ke ruangan. Bahkan, pengawas sendiri juga dilarang membawa ponsel saat bertugas di dalam ruang ujian. Jika ada yang melanggar, Dispendikpora mengancam akan memberi sanksi tegas.

Fakta kedua, Tim Pemantau Independen (TPI) menyatakan, secara teknis tidak terjadi pelanggaran dan kendala yang berarti pada Unas SLTA. Memang ada temuan, adanya pengawas yang masih membawa ponsel ke dalam ruangan. Padahal, TPI telah menyampaikan imbauan kepada para pengawas agar tidak membawa ponsel ke dalam ruang ujian saat Unas. TPI mengimbau kepada para pengawas, agar tak terulang lagi ponsel masuk ruang ujian.

Fakta ketiga, Unas SLTA masih diwarnai peredaran jawaban Unas lewat ponsel. Tetapi Dispendipora menegaskan, bahwa jawaban Unas yang beredar di ponsel itu menyesatkan. Selain itu, Dispendikpora dan Kepolisian menjamin bahwa soal Unas tidak bocor.

Dari beberapa kejadian itu, semua pihak seolah kompak dan dengan tegas melarang masuknya ponsel dalam ruang ujian Unas. Tetapi, apakah fakta yang terjadi di lapangan memang benar-benar seperti itu? Apakah semua warning, semua imbauan, semua ancaman berupa sanksi berat, serta semua pernyataan yang dilontarkan itu benar-benar dilaksanakan?

Semua fakta itu harus jadi bahan instrospeksi diri semua pihak. Kalau kita tidak ingin generasi penerus kita melakukan tindak korupsi di masa mendatang, cegahkan mereka berbuat curang dengan memakai ponsel saat ujian. Ciptakan siswa dan generasi penerus yang jujur. Jangan pula menutup mata dan sekadar memberikap lips service. Mulailah kejujuran itu dari diri kita, jangan ada lagi dusta. (*)

Narkotik Bikin Kelengar

ISTILAH Narkotik memang sudah tak asing lagi di telinga masyarakat kita. Narkotik atau bisa juga disebut dengan candu, merupakan barang yang membuat yang mengonsumsi menjadi kecanduan.

Pada perkembangan selanjutnya, penyalahgunaan narkotik akhirnya muncul sebagai musuh bersama di negeri. Ini terjadi, mengingat besarnya dampak negatif yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotik tersebut.

Sementara itu di Banyuwangi, sudah tak terhitung warga yang jadi budak narkotik. Jeratan hukum yang diterapkan aparat, ternyata tidak membuat peredaran narkotik menyusut. Data dari tahun ke tahun justru menunjukkan adanya peningkatan kuantitas maupun kualitas penyalahgunaan narkotik.

Kabar terkini yang terjadi di Bumi Blambangan ini sedikit melegakan. Para aparat penegak hukum di wilayah mulai menerapkan Undang-Undang (UU) 35 tahun 2009 tentang narkotik.

Yang pertama jadi korban penerapan UU tersebut adalah Muhammad Latif. Jaksa telah menuntut terdakwa kasus sabu-sabu ini dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar pada sidang Kamis lalu (25/3).

Giliran berikutnya adalah terdakwa kepemilikan ganja Husien Ali, 28, warga Jalan Basuki Rahmat, Kelurahan Lateng, Kecamatan Banyuwangi. Terdakwa kasus kepemilikan ganja seberat 5,1 gram itu merupakan orang kedua di Banyuwangi, yang terkena penerapan UU 35/2009. Hanya gara-gara memiliki ganja sekecil itu, Jaksa menuntut Husien dengan hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 800 juta.

Memang, UU tersebut memberikan ganjaran cukup berat kepada para pelaku penyalahgunaan narkotik. Pasal 111 Ayat (1) UU 35/2009 memang menyebutkan, ancaman hukuman paling rendah adalah 4 tahun, dan ancaman paling lama 12 tahun.

Jika nanti terbukti secara sah dan meyakinkan, vonis yang akan dijatuhkan majelis hakim pun tak akan jauh melenceng dari ketentuan UU. Apalagi, dalam UU tersebut jelas tertulis bahwa hukuman minimal 4 tahun penjara.

Bukan itu saja ancaman hukuman yang membuat para budak narkotik kelengar. Ternyata, ancaman hukuman denda dalam UU tersebut juga sangat tinggi. Ancaman denda paling rendah adalah Rp 800 juta, dan denda paling besar untuk budak narkotik adalah Rp 8 miliar. Denda selangit ini, tentu akan semakin membuat kelengar para pelaku narkotik.

Dengan demikian, para budak narkotik yang terjerat satu kasus, mereka akan tiga kali mengalami teler sekaligus. Yang pertama adalah teler karena efek narkotik yang merusak tubuh dan mental. Yang kedua, pelaku teler karena ancaman hukuman penjara yang berat. Yang ketiga, mereka juga akan puyeng gara-gara ancaman denda yang selangit. Dengan kenyataan ini, semoga masyarakat tak lagi coba-coba menyentuh narkotik. Bagi yang sudah telanjut pernah berurusan narkotik itu, semoga penerapan UU tersebut memberikan efek jera yang mendalam. (*)